Rabu, 18 Juli 2012

Super Junior YeKyu Fanfiction : LOST part 5





Genre : Crime, Friendship, Fantasy, Adventure
Rating : T
Author : @MarthAngel1004
Main Casst :
Yesung as Jerome Kim
Kyuhyun as Marcus Cho
Support Cast :
Sungmin as Vincent Lee
Eunhyuk as Spencer Lee

Kami buru-buru menerobos pintu belakang untuk dengan segera menghampiri Vincent yang bertingkah aneh. Dan setelah kami berhasil membuka pintunya, Vincent juga telah mengganti posisi berdirinya yaitu menghadap kami masih dengan seringaiannya juga sepasang bola biru di samping kepalanya.

"Vincent sadarlah! Kau kenapa?" tanya Marcus sambil berusaha mendekat, tapi kemudian sekilas cahaya menghantamnya kembali mundur.
Aku membantu Marcus berdiri. "Dia bukan Vincent." ujarku. "Walaupun bukan ia yang menembakkannya, tapi ia bukan Vincent."
"Apa?! Tidak mungkin dia..." Marcus yang masih aku pegangi menatap Vincent dengan sedih. "VINCENT LEE!!! Sadarlah..."

Lalu perlahan sepasang bola biru itu mendekati kami, setelah terkena sinar matahari yang mulai redup barulah si pemilik bola baru itu kami kenali. Ya, Spencer. Ia mendekat, melewati Vincent yang berdiri kaku. Dan sekarang mata birunya tidak lagi bercahaya setelah benar-benar dekat dengan kami.

"Mana Vincent dan Aiden?" tanyaku perlahan.
"Vincent kan sudah ada di depan matamu." katanya dingin.
"Jangan bercanda. Mana Vincent yang asli juga Aiden?!" ulangku lebih keras, "Cepat beri tahu. Kalau tidak..."
"Kalau tidak, apa? Mau membunuhku? Aku ragu kau bisa." ia tersenyum malas "Tapi aku akan beritahu, karena aku tidak suka melihat ekspresi menjijikanmu itu.” Wajahnya menggambarkan kata-katanya itu “Vincent, dia asli. Tapi ia sudah berada dibawah kendaliku melalui chip yang kupasang di belakang lehernya. Dan Aiden? Dia sudah tidak ada gunanya lagi."

Walaupun bingung aku bisa mengerti pernyataannya dengan sangat jelas, sampai rasanya telingaku akan meledak. Kini tangan Marcus yang kupegang bergetar hebat, dan saat aku melihat ekspresi wajahnya tergambar ketakutan dan amarah yang amat sangat.

"Kenapa? Kau tidak menyukainya?" ledek Spencer.
"Siapa... kau? Apa... tujuanmu kemari..." tanya Marcus dengan bibir bergetar.
"Aku? Aku ini kan Spencer. Sepupu jauhmu Marcus-ssi~"

Oh iya, benar awalnya ia mengaku sebagai sepupu Marcus yang datang kerumah karena takut di jodohkan oleh ibunya. Tapi apa itu memang benar bahwa Spencer adalah Sepupu Marcus?
Aku menyempatkan membuka otakku untuk melihat siapa 'Spencer Lee' yang sebenarnya saat Spencer yang aslinya adalah L-86 ini sedang tertawa. Ternyata Spencer yang asli sedang tidur lelap di ranjang kuning cerahnya di sebuah rumah sederhana.

"Je ro me... ssi. Atau perlu kupanggil Y-84?!"
"Apa maumu sebenarnya?" pertnyaan yang sama dengan Marcus tapi yang belum terjawab.
Ia mendekat, dan saat itu juga aku langsung mendorong Marcus ke belakang punggungku. "Aku mau kau Y-84!"
"Aku? Untuk apa?"
"Keberadaanmu mengancam masa depan kami. Jadi kau harus segera dihancurkan, sebelum kau bisa kembali ke masa depan."
"Apa? Lalu bagaimana kau bisa kemari?!"
"Aku dan teman-temankulah yang membuat kekacauan di dekat lab milikmu waktu itu."
"Teman? Lalu siapa penciptamu?"
"Argh, dasar robot payah. Kenapa kau membuatku bicara dan menghabiskan banyak waktu?! Sekarang rasakan ini!"

Ia menembakkan kembali kilatan biru itu dari senjatanya, dan gerak refleku langsung bereaksi. Aku segera menghindar sambil menarik lengan Marcus yang sedang terengah untuk mencegahnya terkena tembakan lagi.
Karena ia terus menembaki seluruh rumah aku mendorong Marcus yang kesakitan ke gudang di sebelah dapur untuk menghidari tembakan. Dan setelah itu ia langsung menghentikan tembakannya.

"Mau satu lawan satu?" tawar L-86.
"Jangan..."
"Tapi syaratnya, dia ikut." katanya sambil menunjuk Vincent.
"Tidak bisa." aku menolaknya dengan tegas.
"Kalau begitu dia mati." ia mulai menodongkan senjatanya ke kepala Vincent yang tidak bereaksi.
"Bukan begitu. Tapi jika ia ikut. Namanya bukan satu lawan satu." kataku mengingatkan.
"Oh bukan begitu. Tapi saat aku menghabisimu, Vincent akan menyibukkan Marcus."
"Tapi kau sudah menembak..."
"Tunggu Jerome-ssi! Akan... Akan aku lakukan." suara Marcus yang pelan terdengar cukup jelas dari arah belakang.

Aku menoleh, melihat Marcus yang melangkah dengan pelan. Suasana sunyi membuat tetesan keringat Marcus seakan terdengar saat membasahi lantai. Aku melangkahkan kakiku untuk membantunya, tapi dengan segera Marcus mengangkat telapak tangannya di depan dada untuk mencegahku.
Selagi Marcus berusaha, aku mengalihkan pandanganku melihat L-86 yang tengah melebarkan bibirnya dengan sinis. Sedangkan Vincent masih dengan tatapan kosongnya. Sampai akhirnya Marcus berhasil meraih bahuku.

"Vincent, bunuh dia!" tidak seperti yang kubayangkan, ternyata Vincent maju dengan memegang sebuah Dagger. "Ayo Y-84, jangan mati hanya dengan melihatnya. Matilah dengan menatapku!!!"

Aku khawatir pada kedua temanku itu, tapi jika begitu aku tidak dapat berkonsentrasi melawan L-86. Lalu dengan diiringi tembakan kilat aku berusaha bertahan dengan tangan kosong, begitu juga dengan Marcus yang dengan susah payah menghindari tusukan-tusukan brutal dari Vincent.

"Marcus, cabut chip yang ada di belakang lehernya!" perintahku.

Kini aku sedang berusaha untuk menyingkirkan senjata yang digenggam L-86 dengan cara berusaha memutar lengannya. Beberapa kali aku berhasil menjatuhkan senjatanya, tapi lagi-lagi ia berhasil mengambilnya kembali saat aku lengah.
Lain halnya dengan Marcus. Ia berusaha untuk bisa menjatuhkan Vincent dari belakang, tapi ia Malah mendapatkan sayatan kecil di hampir seluruh bagian tubuhnya. Aku tidak dapat membiarkan ini, jadi dengan cepat saat aku memelintir lengan L-86 dan mengambil senjata listriknya. Dan untuk mencengahnya maju aku langsung menodongkan senjata itu ke kepalanya.

"Menyerahlah!" perintahku.
"Kau pikir semudah itu, hah?!"
"Sudah, aku tidak mau bermain-main lagi. Enyahlah!"

Lalu tepat pada saat aku akan menembakan senjata itu kepadanya, ia mengeluarkan sebuah remote dengan satu tombol merah ditengahnya. "Ini adalah penghancur chip yang menempel pada anak itu. Jika kutekan, bukan hanya chip-nya yang akan hancur. Tapi seluruh syaraf dan otaknya pun akan hancur!" ujung jari jempolnya sudah berada diatas tombol itu, tapi belum menyentuhnya.
Dalam keadaan ini aku tidak bisa berpikir cepat. Sementara aku menodongkan senjata padanya, ia malah mengeluarkan senjata lain yang bisa membunuh Vincent atau juga Marcus yang ada di dekatnya juga bisa ikut terkena ledakan. Dengan begini, aku tidak boleh diam saja dan menunggu apa yang akan terjadi.
Aku menyesuaikan titik koordinatku untuk dapat dengan segera melumpuhkannya tanpa melukai teman-temanku. Sasaranku adalah dapat memutuskan pergelangan tangan kanannya agar tombol itu terlepas darinya. Tapi, ketika aku menembakkannya memang itu berhasil mengenai pergelangan tangannya dan membuatnya putus dan menjauhkan tombol itu. Tapi perkiraan waktuku salah...

'BOOOMM!' sebuah suara ledakan kecil sudah terdengar, disusul suara rintihan.

            Mendengar itu, sebelum aku menoleh dan L-86 membunuhku seketika, aku langsung kembali menembak tepat di dada dan kepalanya terlebih dahulu. Kemudian satelah ia tidak lagi hidup aku langsung membanting senjata dan segera berlari ke arah Marcus yang terdiam kaku di lantai.
            Aku menopang lehernya dengan lenganku. Mercus masih membuka matanya, dengan masih keringat yang bercucuran ia berusaha menahan sakit dari ledakan yang sudah menghancurkan tangan kirinya. Rupanya sewaktu Marcus melepas chip itu, L-86 dengan cepat menekan remote-nya sebelum aku bisa menghancurkan pergelangan tangannya.

“Kau tidak apa?” tanyaku.
“Ti.. tidak. Bagaimana... Vincent?”
Aku menoleh untuk melihat Vincent, “Ia tidak apa-apa. Sekarang pingsan.”
“Baguslah.” Ia tersenyum, lalu menutup matanya perlahan.

            Aku mengangkat mereka berdua ke kamar atas bergantian, dan kembali turun untuk mengambil kompres dan perban. Setelah kembali aku buru-buru mengobati telapak tangan Marcus yang setengah hancur, tangannya dilimuri banyak darah, juga beberapa bekas ledakannya meninggalkan gosong ditangannya, bahkan juga terlihat daging yang sebelumnya ditutupi kulit.
            Bagaimana jika hal ini terjadi pada Vincent? Dia akan benar-benar kehilangan nyawanya. Setelah mengganti baju keduanya yang dikotori oleh bercak darah, aku mengompres Vincent, lalu turun kebawah untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa menambah energiku.
            Di bawah aku menemukan hampir setengah dari ruang tamu dan dapur hancur, barang-barang berserakan dimana-mana, meja makan dan beberapa kursi patah, juga sofa, ditambah bangkai robot L-86 juga masih disana. Untung Televisi masih tidak apa-apa, hanya terkena debu dari pertarungan tadi. Aku membuka kulkas dan mengambil sepiring Kimbab sisa sarapan tadi pagi lalu beranjak duduk di depan televisi dan menyalakan saluran berita, siapa tahu mungkin ‘teman-temannya’ ikut kemari dan mengacaukan kota.

“L-86...” aku terus bergumam di temani suara televisi yang tak kulirik sedikitpun, “Keberadaanku mengancam ‘mereka’? Bagaimana bisa... Aku bahkan belum melakukan apa-apa di masa itu.”

            Aku selesai mengisi kembali energiku. Setelah itu, aku kembali naik untuk memeriksa dua orang yang kutinggalkan tadi. Aku membuka pintu perlahan, karena takut membangunkan mereka, tapi saat aku masuk hnya terlihat Marcus yang masih memejamkan matanya di kasur. Kemana Vincent? Aku berniat untuk mencarinya keluar. Tapi sebelum aku menyentuh kenop pintu, ia sudah muncul di hadapanku.

“Kau dari mana?”
“Aku dari kamar mandi. Apa yang terjadi?” ia bertanya dengan ekspresi seolah ia sudah tahu semuanya. Wajahnya terlalu menyedihkan. “Maafkan aku...” ia menundukkan kepalanya, dan air mata mulai membasahi lantai.
“Ini bukan salahmu.” Aku memegang pundaknya. “Jangan merasa bersalah. Ini memang sudah semestinya.”
“APA MAKSUDMU?! Bagaimana bisa ini sudah semestinya? Ini semua salahku!” ia menyingkirkan tanganku dari pundaknya, dan menatapku dalam-dalam. “Bukan... tapi ini semua salahmu...”

            Aku mengerti apa yang Vincent katakanmengenai kesalahanku, jadi dengan segera sebelum ia kembali berteriak aku membawanya turun ke ruang tamu. Awalnya kami duduk berdiam diri, sampai akhirnya Vincent memutuskan untuk bicara.

“Maaf...” saat aku mencoba menatapnya, ia kembali menundukkan kepala. “Bukan maksudku menyalahkanmu, tapi...”
Hanya saja jika aku tidak kemari, ini semua tidak akan terjadi, iya kan?” Ia menatapku dengan mata yang digenangi air. “Aku juga tidak tahu akan seperti ini jadinya.” Kataku sambil sekejap menatap bangkai robot yang berada dekat dengan pintu gudang. “Apa yang harus aku lakukan untuk membalas apa yang telah dilakukannya pada Marcus?”

            Sekarang giliranku menatapnya tapi ia malah kembali menatapku dengan pandangan kosong sampai sebuah suara kecil membuatku menoleh ke belakang. Ternyata Marcus sambil memegangi lengannya turun perlahan ingin menghampiri kami. Melihat itu Vincent langsung berlari untuk membantunya, ia memapah Marcus yang terlihat lelah mendekatiku.

“Tentu... kita harus mencari sumber yang menyebabkan ini semua terjadi...” ucap Marcus.
“Maksudmu, orang yang menciptakan Spencer palsu?” Marcus mengangguk, “Mungkin sesorang dengan inisial ‘L’!”
“Kita harus mencoba mesin waktu itu lagi.”

. . . . . . . . .
~TBC~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!
Thank's For Reading and RCL Please
^_^

story and cover by @MarthAngel1004 / martha_sujushinee@ymail.com
cr : martha-kpop.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar