Genre : Crime, Friendship,
Fantasy, Adventure
Rating : T
Author : @MarthAngel1004
Main Casst :
Yesung as Jerome Kim
Kyuhyun as Marcus Cho
Support Cast :
Sungmin as Vincent Lee
Eunhyuk as Spencer Lee
Kami buru-buru menerobos pintu belakang untuk
dengan segera menghampiri Vincent yang bertingkah aneh. Dan setelah kami
berhasil membuka pintunya, Vincent juga telah mengganti posisi berdirinya yaitu
menghadap kami masih dengan seringaiannya juga sepasang bola biru di samping
kepalanya.
"Vincent
sadarlah! Kau kenapa?" tanya Marcus sambil berusaha mendekat, tapi
kemudian sekilas cahaya menghantamnya kembali mundur.
Aku
membantu Marcus berdiri. "Dia bukan Vincent." ujarku. "Walaupun
bukan ia yang menembakkannya, tapi ia bukan Vincent."
"Apa?!
Tidak mungkin dia..." Marcus yang masih aku pegangi menatap Vincent dengan
sedih. "VINCENT LEE!!! Sadarlah..."
Lalu perlahan sepasang bola biru itu mendekati
kami, setelah terkena sinar matahari yang mulai redup barulah si pemilik bola
baru itu kami kenali. Ya, Spencer. Ia mendekat, melewati Vincent yang berdiri
kaku. Dan sekarang mata birunya tidak lagi bercahaya setelah benar-benar dekat
dengan kami.
"Mana
Vincent dan Aiden?" tanyaku perlahan.
"Vincent
kan sudah ada di depan matamu." katanya dingin.
"Jangan
bercanda. Mana Vincent yang asli juga Aiden?!" ulangku lebih keras,
"Cepat beri tahu. Kalau tidak..."
"Kalau
tidak, apa? Mau membunuhku? Aku ragu kau bisa." ia tersenyum malas
"Tapi aku akan beritahu, karena aku tidak suka melihat ekspresi
menjijikanmu itu.” Wajahnya menggambarkan kata-katanya itu “Vincent, dia asli.
Tapi ia sudah berada dibawah kendaliku melalui chip yang kupasang di belakang
lehernya. Dan Aiden? Dia sudah tidak ada gunanya lagi."
Walaupun bingung aku bisa mengerti
pernyataannya dengan sangat jelas, sampai rasanya telingaku akan meledak. Kini
tangan Marcus yang kupegang bergetar hebat, dan saat aku melihat ekspresi
wajahnya tergambar ketakutan dan amarah yang amat sangat.
"Kenapa?
Kau tidak menyukainya?" ledek Spencer.
"Siapa...
kau? Apa... tujuanmu kemari..." tanya Marcus dengan bibir bergetar.
"Aku?
Aku ini kan Spencer. Sepupu jauhmu Marcus-ssi~"
Oh iya, benar awalnya ia mengaku sebagai
sepupu Marcus yang datang kerumah karena takut di jodohkan oleh ibunya. Tapi
apa itu memang benar bahwa Spencer adalah Sepupu Marcus?
Aku menyempatkan membuka otakku untuk melihat
siapa 'Spencer Lee' yang sebenarnya saat Spencer yang aslinya adalah L-86 ini
sedang tertawa. Ternyata Spencer yang asli sedang tidur lelap di ranjang kuning
cerahnya di sebuah rumah sederhana.
"Je
ro me... ssi. Atau perlu kupanggil Y-84?!"
"Apa
maumu sebenarnya?" pertnyaan yang sama dengan Marcus tapi yang belum
terjawab.
Ia
mendekat, dan saat itu juga aku langsung mendorong Marcus ke belakang
punggungku. "Aku mau kau Y-84!"
"Aku?
Untuk apa?"
"Keberadaanmu
mengancam masa depan kami. Jadi kau harus segera dihancurkan, sebelum kau bisa
kembali ke masa depan."
"Apa?
Lalu bagaimana kau bisa kemari?!"
"Aku
dan teman-temankulah yang membuat kekacauan di dekat lab milikmu waktu
itu."
"Teman?
Lalu siapa penciptamu?"
"Argh,
dasar robot payah. Kenapa kau membuatku bicara dan menghabiskan banyak waktu?!
Sekarang rasakan ini!"
Ia menembakkan kembali kilatan biru itu dari
senjatanya, dan gerak refleku langsung bereaksi. Aku segera menghindar sambil
menarik lengan Marcus yang sedang terengah untuk mencegahnya terkena tembakan
lagi.
Karena ia terus menembaki seluruh rumah aku
mendorong Marcus yang kesakitan ke gudang di sebelah dapur untuk menghidari
tembakan. Dan setelah itu ia langsung menghentikan tembakannya.
"Mau
satu lawan satu?" tawar L-86.
"Jangan..."
"Tapi
syaratnya, dia ikut." katanya sambil menunjuk Vincent.
"Tidak
bisa." aku menolaknya dengan tegas.
"Kalau
begitu dia mati." ia mulai menodongkan senjatanya ke kepala Vincent yang
tidak bereaksi.
"Bukan
begitu. Tapi jika ia ikut. Namanya bukan satu lawan satu." kataku
mengingatkan.
"Oh
bukan begitu. Tapi saat aku menghabisimu, Vincent akan menyibukkan
Marcus."
"Tapi
kau sudah menembak..."
"Tunggu
Jerome-ssi! Akan... Akan aku lakukan." suara Marcus yang pelan terdengar
cukup jelas dari arah belakang.
Aku menoleh, melihat Marcus yang melangkah
dengan pelan. Suasana sunyi membuat tetesan keringat Marcus seakan terdengar
saat membasahi lantai. Aku melangkahkan kakiku untuk membantunya, tapi dengan
segera Marcus mengangkat telapak tangannya di depan dada untuk mencegahku.
Selagi Marcus berusaha, aku mengalihkan
pandanganku melihat L-86 yang tengah melebarkan bibirnya dengan sinis.
Sedangkan Vincent masih dengan tatapan kosongnya. Sampai akhirnya Marcus berhasil
meraih bahuku.
"Vincent,
bunuh dia!" tidak seperti yang kubayangkan, ternyata Vincent maju dengan
memegang sebuah Dagger. "Ayo Y-84, jangan mati hanya dengan melihatnya.
Matilah dengan menatapku!!!"
Aku khawatir pada kedua temanku itu, tapi jika
begitu aku tidak dapat berkonsentrasi melawan L-86. Lalu dengan diiringi
tembakan kilat aku berusaha bertahan dengan tangan kosong, begitu juga dengan
Marcus yang dengan susah payah menghindari tusukan-tusukan brutal dari Vincent.
"Marcus,
cabut chip yang ada di belakang lehernya!" perintahku.
Kini aku sedang berusaha untuk menyingkirkan
senjata yang digenggam L-86 dengan cara berusaha memutar lengannya. Beberapa
kali aku berhasil menjatuhkan senjatanya, tapi lagi-lagi ia berhasil
mengambilnya kembali saat aku lengah.
Lain halnya dengan Marcus. Ia berusaha untuk
bisa menjatuhkan Vincent dari belakang, tapi ia Malah mendapatkan sayatan kecil
di hampir seluruh bagian tubuhnya. Aku tidak dapat membiarkan ini, jadi dengan
cepat saat aku memelintir lengan L-86 dan mengambil senjata listriknya. Dan
untuk mencengahnya maju aku langsung menodongkan senjata itu ke kepalanya.
"Menyerahlah!"
perintahku.
"Kau
pikir semudah itu, hah?!"
"Sudah,
aku tidak mau bermain-main lagi. Enyahlah!"
Lalu tepat pada saat aku akan menembakan
senjata itu kepadanya, ia mengeluarkan sebuah remote dengan satu tombol merah
ditengahnya. "Ini adalah penghancur chip yang menempel pada anak itu. Jika
kutekan, bukan hanya chip-nya yang akan hancur. Tapi seluruh syaraf dan otaknya
pun akan hancur!" ujung jari jempolnya sudah berada diatas tombol itu,
tapi belum menyentuhnya.
Dalam keadaan ini aku tidak bisa berpikir
cepat. Sementara aku menodongkan senjata padanya, ia malah mengeluarkan senjata
lain yang bisa membunuh Vincent atau juga Marcus yang ada di dekatnya juga bisa
ikut terkena ledakan. Dengan begini, aku tidak boleh diam saja dan menunggu apa
yang akan terjadi.
Aku menyesuaikan titik koordinatku untuk dapat
dengan segera melumpuhkannya tanpa melukai teman-temanku. Sasaranku adalah
dapat memutuskan pergelangan tangan kanannya agar tombol itu terlepas darinya.
Tapi, ketika aku menembakkannya memang itu berhasil mengenai pergelangan
tangannya dan membuatnya putus dan menjauhkan tombol itu. Tapi perkiraan
waktuku salah...
'BOOOMM!'
sebuah suara ledakan kecil sudah terdengar, disusul suara rintihan.
Mendengar itu, sebelum aku menoleh
dan L-86 membunuhku seketika, aku langsung kembali menembak tepat di dada dan
kepalanya terlebih dahulu. Kemudian satelah ia tidak lagi hidup aku langsung membanting
senjata dan segera berlari ke arah Marcus yang terdiam kaku di lantai.
Aku menopang lehernya dengan
lenganku. Mercus masih membuka matanya, dengan masih keringat yang bercucuran
ia berusaha menahan sakit dari ledakan yang sudah menghancurkan tangan kirinya.
Rupanya sewaktu Marcus melepas chip itu, L-86 dengan cepat menekan remote-nya
sebelum aku bisa menghancurkan pergelangan tangannya.
“Kau
tidak apa?” tanyaku.
“Ti..
tidak. Bagaimana... Vincent?”
Aku
menoleh untuk melihat Vincent, “Ia tidak apa-apa. Sekarang pingsan.”
“Baguslah.”
Ia tersenyum, lalu menutup matanya perlahan.
Aku mengangkat mereka berdua ke
kamar atas bergantian, dan kembali turun untuk mengambil kompres dan perban.
Setelah kembali aku buru-buru mengobati telapak tangan Marcus yang setengah
hancur, tangannya dilimuri banyak darah, juga beberapa bekas ledakannya
meninggalkan gosong ditangannya, bahkan juga terlihat daging yang sebelumnya
ditutupi kulit.
Bagaimana jika hal ini terjadi pada
Vincent? Dia akan benar-benar kehilangan nyawanya. Setelah mengganti baju
keduanya yang dikotori oleh bercak darah, aku mengompres Vincent, lalu turun
kebawah untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa menambah energiku.
Di bawah aku menemukan hampir
setengah dari ruang tamu dan dapur hancur, barang-barang berserakan
dimana-mana, meja makan dan beberapa kursi patah, juga sofa, ditambah bangkai
robot L-86 juga masih disana. Untung Televisi masih tidak apa-apa, hanya
terkena debu dari pertarungan tadi. Aku membuka kulkas dan mengambil sepiring
Kimbab sisa sarapan tadi pagi lalu beranjak duduk di depan televisi dan
menyalakan saluran berita, siapa tahu mungkin ‘teman-temannya’ ikut kemari dan
mengacaukan kota.
“L-86...”
aku terus bergumam di temani suara televisi yang tak kulirik sedikitpun, “Keberadaanku
mengancam ‘mereka’? Bagaimana bisa... Aku bahkan belum melakukan apa-apa di
masa itu.”
Aku selesai mengisi kembali
energiku. Setelah itu, aku kembali naik untuk memeriksa dua orang yang
kutinggalkan tadi. Aku membuka pintu perlahan, karena takut membangunkan
mereka, tapi saat aku masuk hnya terlihat Marcus yang masih memejamkan matanya
di kasur. Kemana Vincent? Aku berniat untuk mencarinya keluar. Tapi sebelum aku
menyentuh kenop pintu, ia sudah muncul di hadapanku.
“Kau
dari mana?”
“Aku
dari kamar mandi. Apa yang terjadi?” ia bertanya dengan ekspresi seolah ia
sudah tahu semuanya. Wajahnya terlalu menyedihkan. “Maafkan aku...” ia
menundukkan kepalanya, dan air mata mulai membasahi lantai.
“Ini
bukan salahmu.” Aku memegang pundaknya. “Jangan merasa bersalah. Ini memang
sudah semestinya.”
“APA
MAKSUDMU?! Bagaimana bisa ini sudah semestinya? Ini semua salahku!” ia
menyingkirkan tanganku dari pundaknya, dan menatapku dalam-dalam. “Bukan...
tapi ini semua salahmu...”
Aku mengerti apa yang Vincent katakanmengenai
kesalahanku, jadi dengan segera sebelum ia kembali berteriak aku membawanya
turun ke ruang tamu. Awalnya kami duduk berdiam diri, sampai akhirnya Vincent
memutuskan untuk bicara.
“Maaf...”
saat aku mencoba menatapnya, ia kembali menundukkan kepala. “Bukan maksudku
menyalahkanmu, tapi...”
“Hanya saja jika aku tidak kemari, ini semua
tidak akan terjadi, iya kan?” Ia menatapku dengan mata yang digenangi air.
“Aku juga tidak tahu akan seperti ini jadinya.” Kataku sambil sekejap menatap
bangkai robot yang berada dekat dengan pintu gudang. “Apa yang harus aku
lakukan untuk membalas apa yang telah dilakukannya pada Marcus?”
Sekarang giliranku menatapnya tapi
ia malah kembali menatapku dengan pandangan kosong sampai sebuah suara kecil
membuatku menoleh ke belakang. Ternyata Marcus sambil memegangi lengannya turun
perlahan ingin menghampiri kami. Melihat itu Vincent langsung berlari untuk
membantunya, ia memapah Marcus yang terlihat lelah mendekatiku.
“Tentu...
kita harus mencari sumber yang menyebabkan ini semua terjadi...” ucap Marcus.
“Maksudmu,
orang yang menciptakan Spencer palsu?” Marcus mengangguk, “Mungkin sesorang dengan
inisial ‘L’!”
“Kita
harus mencoba mesin waktu itu lagi.”
.
. . . . . . . .
~TBC~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!
Thank's For Reading and RCL Please
^_^
Thank's For Reading and RCL Please
^_^
story and cover by @MarthAngel1004 / martha_sujushinee@ymail.com
cr : martha-kpop.blogspot.com
cr : martha-kpop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar