Senin, 09 Juli 2012

Super Junior YeKyu Fanfiction : LOST part 4


YEsung KYUhyun FF


Genre : Crime, Friendship, Fantasy
Rating : T
Author : @MarthAngel1004
Main Casst :
Yesung as Jerome Kim
Kyuhyun as Marcus Cho
Support Cast :
Sungmin as Vincent Lee
Eunhyuk as Spencer Lee
Donghae as Aiden Lee


“Kita sudah ditunggu, ayo pulang!” ia mengatakan itu sambil tersenyum.

            Aku benar-benar heran dengan sifat robotnya itu. Sebenarnya siapa yang mengirimnya? Mungkinkah tujuannya adalah memata-mataiku, karena aku merupakan robot pertama yang hampir menyerupai manusia. Jika pulang aku tidak punya kesempatan bagus lagi untuk membongkar identitasnya, aku harus mencari cara lain untuk memperlambatnya menuju jalan pulang.

“Pulang sekarang, memangnya ada apa? Telepon dari siapa itu?” tanyaku.
Lalu ia bangkit dari kursi taman dan membetulkan seleting jaketnya, “Aiden dan Vincent sudah pulang, mereka membeli makanan untuk kita sarapan.”
“Benarkah? Tapi aku belum lapar.” Sekarang wajahnya terlihat bingung. “Kau tadi mengajakku membeli pakaian kan? Ayo kita beli, tidak nyaman memakai baju yang terlalu berkeringat!”
“Baiklah kalau begitu.” Ia memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket lalu berjalan menuju pertokoan, diikuti aku dibelakangnya.

            Dia benar-benar sangat menyebalkan, berakting seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Diperjalanan kami cukup menarik perhatian sehingga harus mempercepat jalan kami, sebenarnya aku tidak terlalu menyukai keramaian tapi sayangnya keramaian itu sering menghasilkan keberuntungan untukku.
            Tanpa sadar aku yang sedari tadi menghayal menabrak Spencer yang tiba-tiba berhenti. Ia menunjuk kesebuah toko dengan etalase besar yang isinya baju-baju bermerek, tidak diragukan Spencer memiliki selera yang bagus. Untuk sesaat aku bingung, sampai ia menyikut lenganku.

“Kenapa, kau tidak suka?”
“Mungkin aku harus bekerja setahun untuk dapat membeli baju disini.” Candaku.
Ia kembali tersenyum “Bagimana yang disana?” ia menunjuk sebuah toko pakaian tepat di ujung jalanan yang jaraknya lebih dari 100 meter.
“Kita kesana?” ia mengangkat kedua alisnya menunjukkan pertanyaan, “Apa tidak terlalu jauh?” kini wajahnya menunjukkan ekspresi menyedihkan, “Matamu bagus juga bisa melihat jarak sejauh itu.” Dan ia tersenyum. Lagi.

            Orang ini... maksudku benda ini, dia sangat aneh. Kupikir robot yang lain sama halnya denganku hanya saja, kalau robot petarung dilengkapi dengan persenjataan, robot pembantu dilengkapi alat pembersih, dan robot pekerja memiliki keahlian yang lain. Tapi tidak dengannya yang selalu berekspresi saat merespon setiap perkataanku, robot jenis apa dia ini?

‘Pipipipi~’  Bagus, seseorang kembali menggangguku. Ternyata nama Marcus yang muncul dilayar ponselku.
“Halo?”
“Jerome, semua sudah selesai.”
“Apa?” rupanya aku melupakan sesuatu yang penting.
“time machine...” ia berbisik saat mengucapkan kata itu.
“Benarkah?”
“Kau dimana?”
Aku masih jalan dengan Spencer.” Kataku sambil melihat Spencer yang menekuk jarinya di bibir saat melihat-lihat pakaian, lalu disusul Marcus yang mendesah. “Baiklah, aku akan segera kesana. Tunggulah, sekarang kau pikirkan cara agar mereka tidak tahu.”
“Baik. Aku tunggu.”

‘Bip!’

“Siapa?” tanya Spencer saat aku sudah memasukan ponselku ke saku celanaku.
“Marcus, ia juga sudah menungguku.”
“Bajunya?”
“Lainkali saja. Aku sudah lelah.” Kataku sambil menggaruk leherku.

            Lalu ia mengangguk dan berjalan cepat kebelakangku. “Kau duluan.” Ia mendorongku dari belakang dengan sekuat tenaga, sampai-sampai aku tidak bisa menghentikannya. Dan untuk melepaskannya aku berlari.
            Sesampainya di depan pintu, kami berdua berebutan masuk, dan aku yang memenangkannya. Saat masuk, kulihat dengan jelas Vincent dan Aiden sedang berdempetan di depan mesin cuci piring, sambil tertawa beberapa kali Vincent mencubiti pipi Aiden, sampai Spencer masuk...

“AIDEN APA YANG KAU LAKUKAN?!” Spencer berteriak saat melihat Aiden tersenyum pada Vincent, dan setelah teriakan itu Aiden membelalakan matanya lalu segera menjauh dari Vincent dan menghampiri Spencer dan meminta maaf.
“Vincent-ssi?” panggilku.
Ia tersenyum kaku disertai wajah putihnya di hiasi butiran-butiran keringat “Ah, Jerome-ssi. Sudah pulang? Itu makanan mu ada di microwave, makanlah sekarang sudah siang!”
Aku mendekatinya lalu berbicara perlahan, “Apa yang terjadi?”
“Ah.. itu...” sekilas ia menundukkan kepalanya untuk mengusap keringat yang membasahi dahinya. “Ah, tidak. Aku tidak bisa memberitahumu disini.”

            Aku mengerutkan keningku saat bingung mendengar pernyataannya itu. Tapi kemudian ia segera menarikku pergi menjauh sebelum Spencer yang masih mengomeli Aiden itu melihat kami berbisik-bisik dan ingin tahu apa yang kami bicarakan. Vincent menarikku ke lantai atas, lalu masuk ke kamar mandi yang ada tepat di depan pintu kamar Marcus yang sudah menungguku.

“Ada apa?” tanyaku buru-buru. “Kenapa kau tidak bisa memberitahuku di bawah tadi? Apa kau juga tahu?!”
“Bahwa Spencer adalah robot? Jawabannya adalah iya. Ia tidak sepertimu, ia punya rencana jahat makanya aku tidak berani bilang dibawah.”
Dengan perasaan setengah kaget aku kembali bertanya. “Apa Aiden juga?”
“Bukan, tapi di korban. Aiden di ancam akan dibunuh jika ia tidak mau bekerjasama dengannya. Dari awal Spencer sudah mengetahui bahwa kau itu robot yang dibuat Marcus Cho, ilmuan hebat pada masamu.”

            Masih banyak yang ingin kuketahui sampai-sampai mulutku bergetar karena penuh dengan pertanyaan. Aku harus tahu semua yang berhubungan dengan Spencer, dari Vincent yang menerima bocoran dari Aiden. Tapi semua itu harus kutunda dulu saat seseorang mengetuk pintu kamar mandi.

“Apa ada orang di dalam? Cepatlah!” suara marcus terdengar parau dari balik pintu.

            Aku membuka pintu dengan perlahan, tapi segera setelah gagang pintu kuturunkan Marcus mendorong pintu dan memaska untuk masuk. Dan setelah ia berhasil masuk ia langsung membelakangiku dan membuang fesesnya sebelum aku menutup pintu. Dan saat ia masih belum juga menyelesaikannya, Vincent memberiku sinyal untuk menutup pintu dan menguncinya.
            Setelah Marcus selesai, ia kembali berbalik. Segera setelah ia melihatku wajahnya yang tegang berubah cerah, ia langsung melempariku dengan kata-kata ilmiah yang tidak kumengerti juga ia menyebutkan ‘Time Machine’ dengan sangat berantakan. Sampai akhirnya ia menyadari seseorang hampir kehilangan hidupnya karena punggungnya menekan dada Vincent.

“Maaf. Tapi apa yang kalian berdua lakukan disini?”
“Kami tidak melakukan apa-apa, kenapa wajahmu serius begitu? Kami hanya bicara.” Ujar Vincent setelah kembali mendapatkan nafasnya.
“Kami sedang membicarakan sesuatu mengenai Spencer.” Tambahku.
Marcus memajukan bibirnya, lalu dengan cepat menutup hidungnya dengan dua jari “Ayo kita bicara di kamarku! Disini benar-benar bukan tempat yang bagus.” Cepat-cepat Marcus melewatiku yang sudah membuka pintu.
“Ini semua kan gara-gara kau.” Gerutu Vincent itu sempat membuat Marcus membalikkan badannya untuk memelototi-nya yang mengikuti dari belakang.

            Saat keluar aku sempat meninggalkan Marcus dan Vincent yang sudah masuk ke kamar untuk mengintip apa yang Spencer lakukan pada Aiden. Ternyata Spencer sedang menikmati sarapan siangnya ditemani Aiden yang berkeringat dingin duduk disebelahnya. Tapi kemudian Aiden mendongak dan berhasil menangkapku yang sedang memperhatikannya. Aiden memberiku kode bahwa setelah ini ia dan Spencer akan pergi keluar. Aku mengangguk padanya lalu segera kembali ke kamar Marcus.
            Saat aku kembali dan masuk ke dalam kamar , Marcus dengan wajah berpikirnya berusaha mendengarkan cerita Vincent yang tadi sudah ia beritahukan padaku. Aku mendekat untuk memastikannya, benar cerita yang sama tapi dengan gaya yang berbeda.

“Spencer?!” Marcus mengejutkan aku yang melamun, “Benarkah itu?”
“Pelankan suaramu!” perintah Vincent.
“Dengar! Spencer dan Aiden akan segera keluar. Jadi bagaimana dengan masin waktumu itu Marcus-ssi?” ujarku.
Vincent menoleh kaget. “Mesin waktu apa?! Kenapa kalian merahasiakannya dariku?”
“Kupikir Marcus sudah memberitahukannya padamu.”
“Ah maaf, aku lupa. Mungkin karena aku sedang stress.” Kata Marcus mengaku sembari menggelengkan kepalanya.
“Stress? Sudah kubilang kau itu kerja terlalu keras. Aku ajak ke taman untuk cari udara segas saja kau tidak mau.” Vincent duduk di belakang punggung Marcus dan memijatnya.
“Baiklah,  mungkin lain kali aku harus melakukannya.”
Bosan menonton, “Mesinnya?”
Masih sambil menikmati sensasi pijatan Vincent, Marcus berusaha menjawabku. “Kita harus menggunakannya di bawah sinar matahari.”
“Diluar?”
“Iya, jadi kita bawa alat ini keluar.”

            Bersusah payah kami bertiga mengangkut benda aneh itu ke halaman belakang dengan cepat, takut matahari keburu tenggelam juga takut Spencer kembali. Hanya ada satu tempat duduk, aku dan Vincent berpikir keras bagaimana cara menggunakan benda ini.
Setelah sebuah kabel di sambungkan ke steker, kemudian Marcus naik bendanya yang disebut ‘Time Machine’ itu, ia berusaha menggowes pedal sepeda itu sendirian, sedangkan kami hanya bisa melihat dengan heran. Tak lama, seorang anak kecil muncul sambil mengemut lollipopnya ia bertanya pada kami dengan nada khas anak kecilnya.

“Hyung, apa yang sedang kau lakukan?”
Marcus menoleh dengan kaget, tapi ia tidak mengucapkan sepatah katapun. “Ia, sedang berusaha menurunkan berat badannya.” Bela Vincent.
“Tapi, Hyung itu sudah kurus.” Balas anak itu lagi sambil menunjuk Marcus dengan lollipopnya.
“Iya memang, tapi ia butuh berkeringat supaya tidak mati.”
“Kenapa Hyung bisa mati?”
“Karena ia seorang manusia.”
“Aku juga manusia, tapi aku tidak akan mati... Karena aku makan Loli.” Ujar anak manis itu.
“. . . . .”

            Aku membayangkan wajah Vincet memerah setelah lelah bertarung mulut dengan anak manis itu. Dan tanpa memperdulikan keduanya Marcus kembali mencoba menggowes benda itu. Yang aku pikirkan sekarang, kenapa aku seperti orang yang tidak berguna? Sepertinya selama aku disini aku hanya menjadi saksi mata...

‘Henrrryyyy~ Ayo masuk... jangan bermain dengan orang aneh!’ terdengar suara wanita dari jauh.
“Iya mom, sebentar!” anak itu membalas panggilan ibunya. “Hyungdeul, aku masuk ya? Jangan mengejarku oke?” lalu ia berjalan dengan girang membelakangi kami, dan menghilang dalam sekejap.
Vincent menoleh padaku, “Anak itu gila...” dan tanpa sadar aku mengangguk.

. . . . . . . . . . . . . . .
 . . . . . . . .
 . . . . .
 . . .
 . .
.

            Sudah hampir satu jam Marcus memutar kakinya di atas benda itu, demi keberhasilannnya ia tidak menyuruh kami bergantian bahkan sampai seluruh bagian pakaiannya basah. Untung Marcus sudah terbiasa dengan tekanan.

“Hi.. hhiduuupp!!! Ini hidup, ayo cepat naik!” Marcus berteriak sangat kencang segera setelah ia berhasil menyalakan benda itu. “Jerome-ssi, beri tahu aku tanggalnya.”
Dengan cepat aku menjawab “1 juli 2058.” Dan dengan segera Marcus memasukkan tanggal itu ke alat.
“Ya bagus, pasti bisa! Jerome cepat pegang lenganku! Ayo Vincent cepat!” Marcus menengok ke belakang mencari Vincent yang tidak segera menghampirinya. “Vincent apa yang kau lakukan? Cepat kesini!”

            Aku juga menengok kebelakang untuk melihat apa yang dilakukannya. Ternyata Vincent berdiri di dalam rumah dan menampakkan dirinya di jendela dekat steker dimana sepeda ini tersambung. Marcus terus saja berteriak menyuruh Vincent untuk segera kemari, tapi dengan tatapan kosongnya Vincent malah mencabut kabelnya.

“MWO?!”

            Sekarang ‘Time Machine’-nya mati dan berhenti bercahaya. Sedangkan Vincent tersenyum menyeringai diikuti dua pasang bola biru menyala dibelakang-nya mulai mendekat. 

~TBC~
Thank you for reading, comment for the next part
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!!!
Cr : matha-kpop.blogspot.com
fanfiction & cover by @MarthAngel1004 / martha_sujushiee@ymail.com / Park Seul Chan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar