Selasa, 26 Juni 2012

Super Junior YeKyu Fanfiction : LOST Part 2





Genre : Crime, Friendship
Rating : T
Author : @MarthAngel1004
Main Cast :
Yesung as Jerome Kim
Kyuhyun as Marcus Cho
Support Cast :
Sungmin as Vincent Lee
Eunhyuk as Spencer Lee

Prolog : Y-84 terlempar ke masa lalu. Segera setelah ia menyadari bahwa dirinya adalah robot, ia dapat dengan cepat menguasai dirinya. Lalu setelah ia terbang ke sebuah kota ia bertemu dengan orang yang telah menciptakannya dimasa depan, Marcus dan asistennya Vincent. Mereka lama berbincang Y-84 mengaku bernama Jerome Kim, tapi setelah Marcus menganggapnya sebagai teman, Marcus mulai menyadari ada yang aneh dari Jerome...


Marcus dan Vincent langsung menyeretku yang tidak mau menjawab masuk kedalam taxi, tapi di taxi kami bertiga mungkin sama-sama punya pikiran aneh yang sama dan memutuskan untuk tidak mengumbarnya di hadapan publik.
Tak lama, kami sampai di depan sebuah rumah bercat putih, didepannya terdapat kebun kecil yang rata-rata tumbuhannya telah layu. Ini mataku atau memang bangunan bertingkat ini terlihat miring seperti akan rubuh? Bahkan, lebarnya tidak sampai 5 meter. Kami masuk kesana, aku masih dituntun mereka di kedua lenganku dengan perlahan memasuki ruang tamu. Lalu aku dibanting ke sofa, dan mereka berjongkok sambil melotot di depanku.

"Hei Lee, apa pikiranmu sama denganku?" tanya Marcus tanpa menoleh padanya dan tetap menatapku.
Vincent mengangguk singkat "Mungkin."
"Kau Jerome Kim, dari Hongdae benar?" aku mengangguk untuk pertanyaan Marcus itu. "Benar?" tegasnya, dan kali ini aku mengangguk. "Lalu?"
"Tapi... Kalau aku menceritakan yang sebenarnya, janji kalian tidak akan membunuhku!" sekarang aku belajar rasa takut.

Marcus dan Vincent saling menatap bingung, tapi setelah itu mereka tertawa bersamaan sampai mengeluarkan yang disebut air mata bahagia. Aku menunggu dengan sabar... Aku jadi merasa memerankan tokoh bintang komedi yang tidak mengerti kenapa penonton bisa tertawa. Lama kelamaan aku bosan melihat hanya mereka yang tertawa, dan yang kulakukan adalah ikut tertawa. Terbahak-bahak sampai saling tunjuk. Hal ini lumayan melelahkan, sampai di 7 menit 14 detik kami berhenti bersamaan.

Wajah Marcus berubah serius "Hahh.. Apa katamu barusan? Aneh sekali. Membunuhmu, memangnya kau siapa, pengedar? teroris? Kau tahu, walaupun aku akan membunuhmu aku tidak akan sanggup. Benarkan?" lanjutnya terus memukul lengan Vincent pelan.
"Benar. Apa maksudmu hah?"
"Apa dimata kalian aku tidak terlihat aneh?"
"Aneh kenapa? Maksudmu kau bukan manusia?" Vincent memencet pipiku dengan jari telunjuknya.
"Benar." jawabku mengaku.
"Lalu kau ini apa?" tanya Vincent lagi, tapi kali ini terlihat seperti sedang bercanda.
Tanpa niat menanggapi candaanya, aku hanya berusaha ingin selamat."Aku Robot, namaku Y-84 dan diciptakan oleh Prof. Marcus Cho di tahun 2058 ."
"NE?!" kata mereka bersamaan.
"Kau gila?"
"Tidak, tidak. Dia tidak bercanada." bantah Marcus, "Bagaimana kau bisa sampai kesini?"
"Aku ditransfer ke tempat pembuangan melalui mesin waktu. Dan aku bisa sampai kesini menggunakan jet pack."
"Ya ampun, apa aku yang menciptakan itu semua?" aku mengangguk tapi lalu ia menggeleng. "Aku membuang sampah ke masa lalu? Kenapa? Apa kau tahu itu?"
"Di tahun 2058 , satu-satunya lahan kosong adalah lapangan militer. Semuanya serba instan dan serba daur ulang, jadi orang-orang tidak perlu buang sampah." jelasku.
"Lalu aku?" timpal Marcus penasaran.
"Singkat saja. Kau tidak suka daur ulang."
"Eee, cerita bagus tapi.." Vincent menguap, lalu berdiri. "Aku tidur duluan ya? Sampai besok pagi." dan ia segera naik ke atas.
"Ayo kau juga!" perintahku pada Marcus.
"Kenapa kau memerintahku? Aku belum ngantuk. Ayo cerita lagi!"
Aku menggeleng, "Aku ini baru diciptakan tahu."
"Apa karena aku kira kau rusak, maka aku membuangmu kemari begitu?"
"Bukan, tapi karena perang." dia menatapku penuh pertanyaan "Manusia mulai memerangi kami para robot yang jumlahnya melebihi manusia."
"Di tahun itu sudah banyak robot katamu? Lalu kenapa aku baru bisa buat satu, yaitu kau?"
"Aku berbeda." wajah Marcus semakin menampakan ekspresi penasaran. "Cukup."
Ia mengerutkan dahinya, "Cukup apa?"
"Aku bisa tidak tidur dan bercerita semalaman, tapi kau tidak. Kau harus bangun besok! Rencanamu mengundurkan diri, bukan dipecat kan?"
Marcus menggaruk kepalanya, "Kau benar" dan lalu bangun dr tempat duduknya, "Baiklah, kalau butuh sesuatu panggil saja. Selamat malam." ia berbalik memperlihatkan punggungnya yang semakin menjauh lalu menghilang.

Setelah itu aku mengaktifkan sistem 'Rest' untuk menghemat energi. Dan pandanganku menjadi gelap, sampai esok paginya otomatis aku terbangun.
Besok paginya kami berkumpul di meja makan menikmati sarapan, Marcus dan Vincent menatapku yang sedang menyuap cereal dengan curiga.

"Kau makan itu?" Vincent akhirnya bertanya.
"Kenapa memangnya?" tanyaku kembali pura-pura tidak mengerti.
"Kau tidak makan baut atau minumum oli? Kau tahu, seperti di film."
"Haha film apa yang kau tonton? tentu saja tidak. Bahan organik juga bisa menghasilkan energi."
"Lihat! Lihat? Yaa.. Ciptaanku ini hebat kan?!" pamer Marcus.
Tanpa mempedulikannya Vincent yang semalam tidur lebih awal kembali bertanya padaku. "Apa kau bisa merasakan makanannya?"
"Ne,"
"Biar kulihat lidahmu." aku menjulurkan lidahku padanya. "Wah, kau manusia total!" katanya kagum. "Apa yang membuktikan kalau kau robot?"

Untuk membuktikannya, aku melepas jaket yang kemarin dipinjamkan Marcus padaku dan memperlihatkan baju ketatku lalu membuka seleting yang ada didepan dadaku. Sama halnya dengan manusia lain, tapi di bagian kiri terdapat garis yang berbentuk persegi kira-kira 3 inci. Aku dapat membukanya dengan tombol pada jam tanganku, didalamnya terlihat macam-macam logam dan kabel juga jantung buatan.

"Uwah~" sebelum mereka menyentuhnya dengan cepat aku menutupnya dan juga memakai jaket kembali.
"Wah keren~" puji Vincent.
"Tapi kalian harus ingat, jangan beritahu orang lain tentang ini!"
"Tidak boleh? Sayang sekali, padahal ini cerita bagus." balas Vincent.
Marcus meneguk kopinya lalu berdiri, "Baik, sudah cukup. Vincent ayo!"
Vincent bangun dari kursinya "Benar. Aku tidak mau gajiku dipotong lagi gara-gara terlambat."
"Aku juga harus berangkat"
"Kemana? Apa kau benar-benar aktor di perusahaan itu?!" tanya Marcus kaget.
"Hah? Apa dia mengaku sebagai aktor padamu sebelumnya?!" tambah Vincent.
"Haha, iya maaf. Sekarang aku dapat kerja sampingan di kedai kopi." jawabku sambil berjalan menuju pintu keluar.

Tiba-tiba pintu terbuka saat aku baru melihat pintu itu hampir terbuka, tiba-tiba tanpa peringatan wajahku tertubruk pintu yang terbuka itu dan jatuh tersungkur dengan posisi yang sangat tidak menyenangkan. Setelah kejadian itu Vincent berlari ke arahku dan membantuku berdiri sedangkan Marcus menyambut kedatangan orang yang membuat hidungku merah ditambah rasa sakit yang dibuat otakku.

“Yaaa~ Kau datang?”
“Ya, Marcus kau sekarang tambah tinggi!” ujar seorang pria berambut pirang dengan jaket tebalnya.
“Ya! Spencer, waahh kau semakin tua ya?” ledek Vincent segera setelah kami menghampiri mereka, sekalian Vincent berdiri di sebelah orang yang di panggil Spencer tadi untuk menepuk pundaknya.
Aku menyikut lengan Marcus pelan lalu berbisik padanya “Siapa dia?”
“Ah benar.” Ia mendorongku maju mendekat ke temannya itu. “Kenalkan ini sepupu jauhku, namanya Spencer.”
“Oh, Annyeong haseyo Spencer-ssi.” Aku menjabat tangan dinginnya “Aku Jerome.” Kemudian ia menyapaku kembali dengan ramah layaknya tetangga.
“Oh ya, Spencer apa mungkin kau akan berencana menginap?” tanya Marcus segera setelah melihat barang bawaannya.
“Tidak boleh ya?”
“Hmm.. bukannya begitu, tapi kita tidak punya cukup ruangan.”
“Maksudmu?” setelah Spencer mengucapkan itu, Marcus menggaruk kepalanya sambil tersenyum ragu, “Buat apa ruangan?! Kau punya ruang tamu yang luas.”
“EH?” kami bertiga mengucapkan kata yang sama berbarengan.
“Tinggal geser maja dan kursinya ke pojok, lalu kita pasang kasur lipat lalu tidur bersama-sama.” Kami terkejut sekaligus bingung dengan pernyataannya itu, “PESTA PIYAMA!!!” kata Spencer berteriak sembari mengangkat kedua tangannya tingi-tingi.
“Ehem... aku... harus berangkat kerja sekarang, mungkin akan pulang terlambat.” Ujarku sambil terus berjalan ke pintu.
“Aku juga.” Kata Marcus buru-buru, juga disusul Vincent yang mengatakan hal yang sama. “Kami berangkat, jaga rumah baik-baik ya!”

            Setelah menjauh dari rumah kami memperlambat langkah sambil menundukan kepala kami terlihat seperti orang-orang yang menyedihkan. Mengingat apa yang akan terjadi nanti malam...

“Ya, sebenarnya siapa dia?” tanyaku tiba-tiba.
“Sudah kubilang dia itu sepupu jauhku. Bibi mengirimnya kemari paling tidak satu bulan sekali.”
“Apa kalian sering melakukan apa yang dimaksud degan ‘Pesta Piyama’ itu?” mereka mengangguk lesu. “Apakah sangat buruk?”
“Menurutmu?” desak Vincent.
“Sepertinya, itu cukup menggelikan.”
“Sangat menggelikan!” tegas Vincent lagi.
“Ah sudah-sudah... Berdoa saja, tidak terjadi hal yang buruk!”

            Seperti biasa aku menyelesaikan pekerjaanku dengan baik tanpa kesalahan, dan juga melakukan fanservice dengan baik. Pekerjaanku sekarang lebih baik dibandingkan kembali ke rumah yang berisi orang gawat itu. Dari tampangnya memang tidak berbahaya, tapi... dari caranya mengucapkan kata ‘pesta piyama’ itu membuat sensorku kacau balau.
            Pukul delapan malam, aku menelpon Marcus dengan ponsel murah yang baru aku beli dengan gajiku hari ini. Sayang sekali aku tidak aku tidak dilengkapi dengan tombol-tombol telepon yang mungkin muncul pada telapak tanganku, tapi mungkin dengan itu aku akan kelihatan sangat bodoh.

‘Halo... Siapa ini?’
“Aku, Jerome..”
‘Hahh... aku tidak mau pulang hari ini.’
“Karena aku menumpang disana, aku harus memiliki keinginan yang sama denganmu.”
‘Kau benar’ sekarang suaranya terdengar lebih sedih dari yang tadi pagi, ‘Tapi sayangnya, kita tetap harus pulang. Atau rumahku bisa jadi surganya para iblis.’
“Haha, ya baiklah. Aku yakin kau bisa mengatasinya.” Setelah mendengar jawabannya aku menutup telepon lalu naik bus ke arah rumah.

            Setelah bus berhenti, aku berjalan sebentar untuk mencapai rumah Marcus. Beberapa langkah lagi mencapai rumah, kudengar beberapa kali suara ledakan kecil dari arah rumah itu. Aku buru-buru berjalan cepat, saat sudah dekat aku menunduk dan kepalaku terangkat sebatas kaca jendela.
            Dari sana yang kulihat hanya gelap, tidak ada siapa-siapa disana. Tapi kemudian mataku menangkap sesuatu yang terang dari atas, lalu cahaya itu berkedip-kedip bersamaan dengan suara ledakan-ledakan kecil tadi yang semakin bertambah kencang saat sedari tadi aku mendekati rumah.
            Lalu aku mendengar kata-kata keluar dari jauh, aku menegok untuk mengetahui dari mana asalnya suara itu yang tidak lain adalah dari Marcus dan Vincent. Mereka berjalan berdampingan persis seperti tadi pagi. Saat mereka melihatku, buru-buru aku melambaikan tanganku pada mereka untuk menyuruh mereka mendekat perlahan-lahan.

Setelah sampai mereka berjongkok di sampingku, “Ya, apa yang kau lakukan disini?” tanya Marcus mendahuluiku.
“Aku tidak tahu. Tadi aku mendengar ledakan lalu dirumahmu semua lampu bawah mati, tapi diatas aku melihat cahaya berkedip-kedip cepat.”
“Hah ada apa?!” Marcus menundukan kepalanya dalam-dalam dan berbicara pada dirinya sendiri, “Ya ampun,, benar-benar orang itu.”
Vincent menyentuh punggungku dengan ujung jari telunjuknya “Jerome-ssi, sebenarnya ada apa?”
Aku mengeluarkan sebuah Dagger yang tersembunyi disamping sepatu army-ku.“Kita harus cepat, mungkin sesuatu yang buruk terjadi. Kalian ikut dibelakangku, cepat!”

            Aku membuka pintu yang rupanya tidak terkunci dengan perlahan, aku masuk diikuti olah Marcus yang membawa sebuah kayu lalu Vincent di paling belakang yang memegang sapu untuk jaga-jaga. Bisa kulihat wajah Vincent cemberut saat aku menoleh kebelakang. Pertama-tama kami berdiri di samping tangga dimana cahaya itu masih berkedip.

“Oke, saat ada bayangan menuruni tangga bersiap-siap angkat senjata kalian! Mengerti?” perintahku dengan berbisik. Dan mereka merespon dengan anggukan.

            Tak lama setelah aku mengucapkan itu, mulai terdengar suara hentakan kaki. Seseorang menuruni tangga setelah lampu diatas benar-benar padam dan tidak ada lagi suara ledakan. Mungkin orang itu sudah menuruni tangga, tapi karena gelap aku tidak dapat melihat orang itu dengan jelas.
            Aku sudah bersiap-siap dengan senjataku saat tiba-tiba lampu menyinari kami. Sontak kami berteriak melihat apa yang tidak mungkin kami mengerti.

“WAAAAAA!!!!!!”
“Ap... apa yang kalian lakukan?!”

~TBC~
Thank you for reading, please comment to get more part~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!!!
Credit : martha-kpop.blogspot.com
by : @MarthAngel1004 / martha_sujushinee@ymail.com

1 komentar: