Rating : T
Author : @MarthAngel1004
Language : Bahasa Indonesia / English
Language : Bahasa Indonesia / English
Main Cast :
Yesung as Jerome Kim
Kyuhyun as Marcus Cho
Sungmin as Vincent Lee
Support Cast :
Siwon as L407/ Andrew Choi
Kibum as Prof. Kim
Support Cast :
Siwon as L407/ Andrew Choi
Kibum as Prof. Kim
Aku keluar, udara dingin
yang terasa sangat menusuk membuatku berlari menuju mobil yang hanya terparkir
5 meter dari toko, aku masuk lalu mengunci pintu mobil Vincent masih terlelap
sedangkan Marcus tengah menatap tajam sebuah kertas kecil yang kuyakini kartu
nama Leeteuk.
"Minum
ini!" kataku sambil menyodorkan sebotol air mineral padanya.
Sepertinya
ia kaget saat aku menyengol pelan bahunya dengan botol, setelah memandangku ia
melemparkan pandangannya ke botol yang masih kupegang kemudian mengambilnya. "Thanks."
Ia menengak habis isi botol itu dengan
terburu-buru, dan setelah itu ia menarik nafas panjang. Matanya kosong tanpa
harapan mengetahui mungkin sahabatnyalah yang merupakan pelaku kejahatannya,
padahal sebelumnya aku melihat matanya seperti memancarkan semangat yang
berapi-api untuk dapat menyelamatkan bumi.
"Tidak
mungkin kan?" Marcus berbisik.
"Apa?"
"Tidak
mungkin kan... Leeteuk, maksudku Denis melakukan ini?"
"Mungkin
saja." jawabku jujur. "Seseorang bisa berubah kapan saja."
Tiba-tiba
Marcus memandang tajam padaku, "Kenapa bilang begitu?!"
"Kalau
ia temanmu waktu dulu, tidak mungkin ia melakukan hal aneh kalau tidak ada yang
mempengaruhinya." kini mata Marcus menyiratkan kemarahan. "Jika kau
ingin temanmu kembali, ajaklah ia kembali. Kaulah yang bisa merubahnya, kau
bisa menyingkirkan hal-hal buruk yang melekat pada Dennis."
Kini
matanya tampak sedih. "Itu tidak mungkin terjadi, aku tidak akan bisa
merubah sesuatu..."
"Terus
saja bicara seperti itu! Maka itu yang akan terjadi."
Ia menatap mataku dalam-dalam, berharap
aku bisa membaca yang sedang ia pikirkan sekarang. Tapi, walaupun tahu aku
tidak akan bicara duluan. Aku menunggunya...
"Apa
yang harus aku lakukan?"
"Tergantung
padamu, Marcus-ssi." Ia meraih kedua pergelangan tanganku, matanyalah yang
kembali berbicara. "Bagaimana aku bisa memberimu solusi yang tepat, kalau
aku sendiri diciptakan dari pemikiranmu?" mendengar itu perlahan ia
melepaskan gengamannya.
"Kau
benar." kemudian tiba-tiba saja ia keluar dari mobil, lalu menuju ke pintu
dimana aku duduk. "Keluar! Aku yang
mengemudi!"
"Kau
bisa? Tanganmu..."
"Bagaimana
jika aku berpikir kalau aku bisa, apa itu cukup?!"
Ia benar-benar mendengarkan apa yang
kukatakan tadi. Lalu aku pun mematuhinya untuk bertukar kemudi. Dengan tak
sabar Marcus buru-buru menghidupkan mesin mobil lalu menggerakkan tangannya
perlahan untuk memutar stir, dan belum lama Marcus mengemudi, Vincent
terbangun.
"Jerome-ssi?
Kapan kita kembali melanjutkan perjalanan?" tanyanya sambil mengusap-usap
matanya.
"Hm,
kau sudah bangun? Kita sedang jalan."
Vincent
menoleh ke arah kemudi. "Mar... Marcus-ssi! Apa yang kau lakukan?"
"Aku?
Mengemudi."
"Maksudku
kenapa kau yang mengemudi? Bukankah tanganmu..."
"Jangan
khawatirkan aku! Aku sedang mengemudi, jadi tolonglah diam dulu."
Vincent menurut, sampai akhirnya Marcus
menghentikan mobil di depan sebuah gedung tanpa penjagaan.
"Apa
benar ini tempatnya?" tanya Vincent tidak tahan.
"Sttt..
Salah satu dari kita harus coba cek ke dalam." ujar Marcus.
"Kalau
begitu aku yang masuk."
Tanpa menunggu persetujuan keduanya,
buru-buru aku membuka pintu mobil untuk kembali merasakan udara dingin yang
aneh. Benar-benar sangat aneh, udara disini seperti terkontaminasi sesuatu yang
membuat udara disini menjadi berbau juga agak terlihat kehijauan. Untuk sesaat
Marcus mencegahku, menatap mataku lama dan kemudian dia menyodorkan sebuah
pistol padaku.
"Berhati-hatilah."
pesannya.
Aku mengangguk, lalu segera bergegas
masuk. Di dalam benar-benar sepi, aku pikir apa mereka sudah pindah? Karena
tetap harus berhati-hati aku berjalan dengan menepelkan punggungku di tembok
lalu pelan-pelan menengok ke beberapa belokan, sampai akhirnya aku melihat
seseorang. Atau mungkin sesuatu.
Satu manusia robot dan yang satu lagi
manusia asli, mereka tampak berbincang-bincang. Robot itu tampak sambil
memperhatikan kesekeliling, beberapa kali aku harus merunduk supaya tidak
terlihat. Sekitar 5 menit berlalu mereka berpencar, dan si robot berjalan ke arahku
dengan wajah panjangnya yang gugup, juga lesung pipit dikedua pipinya terlihat
karena ia merapatkan bibirnya.
Bingung, aku tidak tahu bagaimana harus
menghadapi dia sampai akhirnya ia melintas tepat didepanku, untungnya ia tidak
menengok. Jadi cepat-cepat aku mengunci lehernya dengan lenganku lalu
menariknya ke sebuah loker tempat penyipanan alat kebersihan yang sesak, memang
agak sulit karena ia sedikit lebih tinggi dariku. Tapi hanya itulah tempat sepi
yang bisa membuat kami tidak terlihat.
"Kode
peringatan... Kode peringatan..." teriaknya, buru-buru aku menyekap
mulutnya dengan telapak tanganku.
"Sttt...
Diam dan turuti perintahku, maka tidak akn terjadi hal yang buruk padamu."
den dengan sekejap ia langsung diam, aku menyingkirkan tanganku perlahan.
"Kau siapa? Dan siapa yang menciptakanmu?"
"Aku
L 407 , dan aku di buat oleh L Company."
"L?!
Siapa dia?"
"Kau
siapa? Apa kau manusia?"
"Apa?"
"Apa
kau manusia? Cepat jawab aku!" ia malah balik memerintahku.
Nada bicara robot itu sekarang terdengar
normal, keluar nada kekhawatiran dari mulutnya yang membuatku sontak terkejut.
"Jika
kau adalah robot pembunuh, aku tidak akan menjawabnya."
"Aku
bukan. . ."
"Buktikan
saja, jangan banyak bicara!"
Ia sepertinya agak terkejut, ia diam
beberapa saat. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu, tak lama kemudian jari
telunjuknya menunjuk ke bola matanya yg menyala.
"Lihat
ini apa?"
"Matamu?"
tebakku.
"Tepat.
Dan juga berwarna hijau." aku diam tengah berpikir keras. "Robot yang
kebanyakan berserakan di jalanan sekarang yang juga berlabel L itu matanya
merah. Kami berbeda! Mereka jahat!"
"Baiklah,
kalau begitu kau sekarang ikut dulu denganku.
Ia mengangguk, lalu mengikutiku perlahan
menuju jalan keluar. Mobil kami masih terparkir di depan pintu utama, aku
mengetuk kaca pintu depan karena pintu mobil terkunci. Marcus buru-buru membuka
kunci lalu menarikku masuk.
"Separah
apa?" tanyanya.
"Apa
sangat buruk?" timpal Vincent, mungkin karena terlalu lama menungguku mereka
terlihat begitu tegang.
"Tidak
tahu. Aku belum melihat apa-apa."
"Jerome-ssi
sekarang bukan waktunya bercanda!" teriak Vincent.
"Tapi
aku punya hal yang lebih baik. Wait..."
Aku membuka sedikit pintu mobil, lalu
mengeluarkan sebelah lenganku untuk memberitahu L 407 yang tadi bersembunyi di
belakang mobil untuk mendekat. Aku menyuruhnya masuk, dan duduk di jok belakang
bersama Vincent.
Tapi saat dia masuk dan duduk tiba-tiba
Vincent mengacungkan dagger padanya, tapi ia malah tidak bergerak dan hanya
menatap mata Vincent.
"Vincent
sabar dulu, turunkan senjatamu!" perintahku.
"Siapa
dia?! Salah satu dari robot jahat L?"
"Tenang
dulu, kita akan membicarakannya baik-baik."
Vincent berusaha men-stabilkan nafasnya
yang terengah tadi, dan menurunkan senjatanya. Aku lega Marcus masih bisa
menahan marahnya, walaupun aku tahu ia sudah hampir mendidih.
"Sepertinya
kalian tidak nyaman satu sama lain." aku menoleh ke arah Marcus.
"Lebih baik kita kembali bertukar tempat."
"Kita
pergi?"
"Kau
pindah ke belakang, biar dia duduk disampingku."
Aku memutar balik mobil dan pergi ke
sebuah rumah modern yang tak berpenghuni. Aku takut jika kembali ke rumah para
penjaga itu masih disana.
Kami duduk d sofa yang mengelilingi meja
kecil, sambil menunggu Vincent yang sedang membuat mie instan kami bertiga
duduk kaku tanpa suara. Rasanya beberapa pertanyaan frontal yang ingin
kukeluarkan kini tersendat dan mencekik tenggorokkanku.
"Eumm..L
240 .. Kau?" kataku tergagap berusaha membuka pembicaraan.
"Panggil
saja Andrew.. Andrew Choi."
"Kau
punya nama seperti itu?"
"Well,
aku tidak tahu harus mulai dari mana."
Aku
dan Marcus bertukar pandang, "Dari mana kau dapat nama itu?" aku
bertanya duluan, apakah sama sepertiku yang mengarang nama sendiri.
"Prof.
Kim yang memberiku nama itu."
"Prof.
Kim?"
"Aku tidak dapat menyebarkan namanya
begitu saja. Tapi aku bisa memberitahu siapa dia." aku menunggu. "Dia
adalah orang yang menciptakanku... Berbeda. Dilihat dari sisi L Company ia
pemberontak, dia ingin mengembalikan kedamaian dengan menciptakanku."
"Dimana
dia sekarang?" tanya Marcus.
"Ia
aman di L Company, identitasnya belum terbongkar."
"Apa
dia orang yang berbicara padamu tadi?"
"Benar, kau sudah melihatnya."
ia menggerakan jemarinya yang belum tertutup kulit layaknya wajahnya, jemarinya
masih jemari robot walaupun sudah dapat bergerak dengan sempurna. "Aku
disembunyikan di lantai bawah, kau lihat kan tadi disana sepi? Karena penjagaan
ketat ada di lantai dua. Sengaja mereka membuatnya begitu agar penyusup tidak
mudah melarikan diri."
Obrolan kami lumayan panjang, sampai
akhirnya Vincent datang sambil membawa nampan dengan 4 mangkuk ramen diatasnya.
"Aku
tidak tahu apa kau makan, tapi silahkan." kata Vincent pada Andrew.
Benar
juga kata Vincent, "Apa kau makan?" tanyaku.
"Bahan
bakar organik." jawabnya singkat.
"Kau
sama sepertiku..." aku mengalihkan pandangan ke Marcus.
"Jangan-jangan..."
"Apa?
Tidak mungkin aku yang menciptakannya, walaupun aku menyamarkan namaku aku
tidak akan memakai marga 'Kim'." tolaknya, "Apa kau bisa merasakan
makananmu?"
"Tidak."
"Lihat?!"
ujar Marcus, "Sedangkan kau bisa Jerome-ssi."
"Lebih
baik segera habiskan makanan kalian lalu segera menyusun rencana melumpuhkan L
Company." perintah Vincent.
Kami hanya diam sambil menghabiskan ramen
kami masing-masing. Aku benar-benar terisi penuh sekarang. Marcus tidak
menghabiskan makanannya, mungkin ia terlalu muak untuk mencerna makanannya
sekarang.
"Andrew-ssi,
apa kau punya kekuatan?"
"Sedikit.
Aku punya jet pack, dan pistol laser, juga bisa lari dengan kecepatan 120 km
per jam."
"Jadi
bagaimana caranya kita masuk?" tanya Marcus buru-buru.
"Seperti
yang kubilang tadi pengamanan mereka dimulai dari lantai dua di setiap sudut,
tangga darurat, lift, dan ventilasi. Beberapa pintu juga dilengkapi dengan
pengamanan ketat. Kita bisa masuk dengan pemindai retina dan ID Card."
"Itu
pasti sulit." Keluh Vincent.
"Prof.
Kim pasti bisa membantu kita masuk." kata Marcus.
Prof. Kim tidak diperbolehkan keluar,
lebih tepatnya profesor dan para staff tidak diizinkan keluar kecuali para
robot. Jadi, satu-satunya cara yang aku pikirkan adalah kita harus kembali
kesana dan menemui Prof. Kim secara langsung. Dan tanpa basa-basi mereka semua
lanakutgsung setuju.
Andrew menuntun kami melewati lorong
lantai satu menuju tempat persembunyiannya dengan cepat. Aku membayangkan dinding-dinding
lorong seakan dapat menelan kami kapan saja, baja yang melapisi dinding sudah
berkarat juga menghasilkan bau yang tidak enak.
“Disini!”
suara Andrew menyadarkanku.
Kami masuk. Dan alangkah terkejutnya
aku didalam sana berantakan bukan main, cepet-cepat aku menatap Andrew yang
terlihat kebingungan.
“Emm..
Sorry, tidak ada waktu untuk bersih-bersih.” ia melirik arloji di pergelangan
tangan robotnya, “Aku akan ke atas memanggil Profesor Kim. Kalian tunggu dulu
disini!”
“Tapi,
apa kau bisa kesana?”
“Oh,
iya aku lupa…” ia melepaskan kulit wajahnya, lalu menampakkan wajah yang lain
yaitu wajah berwarna abu-abu dan agak mengkilap. Benar wajah robot, aku belum
pernah mencoba melepas kulit wajahku. Takutnya aku tidak bisa memasangnya
kembali.
Andrew juga mengubah warna matanya,
sekarang ia terlihat mirip dengan robot-robot biasa yang harus kami lakukan
selama menunggu.
.
. . . . .
“Jerome-ssi…”
suara berat yang terdengar sedih membuatku menoleh seketika, “Apa kau yakin
Andrew…” Marcus berbicara tanpa memandangku, juga tangannya sibuk memutar-mutar
kotak rubik. “Hmm.. ya, maksudku. Apa Andrew yakin akan membantu kita?”
“Kelihatannya
kau mulai sensitif ya?” cibirku, ia tersenyum menarik sedikit sudut bibirnya.
“Tenang saja, aku rasa Andrew tidak apa. Bukankah beruntung kita memilikinya?”
“.
. . .”
“Huft,
sebenarnya siapa sih yang menyebabkan semua ini terjadi? Aku tidak suka badanku
kotor begini!” Keluh Vincent.
Marcus
menoleh cepat setelah Vincent menyelesaikan perkataannya. “Vincent-ssi!”
“Oh,
iya.. Sorry.” Sambil mengatakannya Vincent menempelkan ujung-ujung jarinnya ke
bibir tipisnya. “Harusnya kau buat penemuan lain saja, misalnya alat rumah
tangga otomatis?”
Marcus menggelengkan kepalanya
sambil tertunduk lesu.
Aku ingin bilang bukan sepenuhnya
Marcus atau ciptaannya, aku, yang menyebabkan ini semua terjadi. Tapi kalau aku
bilang L Company-lah yang menyebabkan ini semua, bisa-bisa kami tidak akan bisa
melanjutkan misi kami, dan hanya mati sia-sia.
Yang pernah aku dengar dari Prof.
Marcus saat itu hanyalah, bahwa L Company mengincarnya untuk dapat membuat robot
dengan sempurna juga di lengkapi dengan persenjataan hebat yang tersembunyi.
Tapi Prof. Marcus menolaknya, dan tidak lama setelah itu L Company dapat
membuat tentara robotnya sendiri. Walaupun belum sempurna tapi cukup untuk
menghancurkan sebuah lab kecil di pinggir kota. Ya, lab dimana aku dibuat.
“Marcus-ssi…”
panggilku, ia menoleh singkat karena masih menyibukkan mata, tangan dan otaknya
untuk memutar-mutar kotak rubik. “Apa kau…” aku tidak tahan ingin mengucapkan
apa yang barusan aku pikirkan, aku mencoba keras untuk menahannya.
“Apa?
Ada yang kau inginkan?” ia menghentikan jemarinya, dan segera menatapku.
“Kemarikan!”
aku merebut rubik yang belum selesai dari tangannya. “Aku kesal melihatmu tidak
bisa menyelesaikan rubik 3x3. Seorang profesor tidak boleh begini, kau harus
mengasah otakmu kembali. FOKUS!” kataku marah.
“Jerome,
are you okay?” tanya Vincent gelisah, “Perlu aku carikan air dingin?”
Aku
mengembalikan rubik yang telah selesai kembali ke Marcus yang terlihat sedikit
shock, lalu aku menghela nafas “Thanks, tidak apa aku hanya stress cerita ini
belum terlihat ujungnya.”
“Apa
karena perkataanku tadi?”
“Ah
bukan, sudah tidak apa. Jangan dipikirkan!” kataku yang saat ini sudah lebih
lunak.
‘BRAKK!’
Pintu lab dibanting, lalu
menampilkan dua wujud manusia yang tampak asing.
“Maaf
mengagetkan kalian, ini…”
“Tunggu
dulu!” sela Vincent, “Andrew-ssi, bisa tolong kenakan kembali kulit wajahmu?
Melihatmu begitu membuatku tidak nyaman.”
Andrew menurut, ia mendekati meja
dimana aku duduk dan sambil memakai, umm… ya, wajahnya ia menunjuk seorang pria
bersurai hitam, memakai kacamata juga mantel putih ala dokter. “Itu Prof. Kim.”
Orang
yang ditunjuk Prof. Kim tadi mendekatiku lalu mengulurkan tangan kanannya,
“Halo,” ucapnya ramah.
“Hm,
ya apa kabar?” balasku kaku.
“Jadi
kalian akan membantu kami?” kata Prof. Kim langsung ke inti permasalahan.
“Sebenarnya
kami-lah yang mengharapkan bantuan kalian.”
“Begitukah?”
ia membenarkan letak kacamatanya, “Aku bingung harus mulai dari mana…”
“Apa
kita punya banyak waktu?” ujar Marcus yang sedari tadi menempel di pojok
ruangan.
“Hm,
lumayan ban…” Prof. Kibum meliriknya, “Oh my… Prof… professor… Marcus! Benar itu
kau?!” wajah Prof. Kim memerah saat berusaha mendekati Marcus, tangannya juga
bergetar. “Marcus?!”
“Kau
mengenalku?”
. . . . . . . . .
~TBC~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!
Thank's For Reading and RCL Please
^_^
Thank's For Reading and RCL Please
^_^
story and cover by @MarthAngel1004 / marthasc_143@yahoo.co.id
cr : martha-kpop.blogspot.com
cr : martha-kpop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar