Sabtu, 09 Juni 2012

Super Junior YeKyu Fanfiction : LOST Part 1


Genre : Friendship, Fantasy, Crime
Rating : T
Cast : Yesung (Y-48/Jerome Kim), Kyuhyun (Marcus Cho), Sungmin (Vincent Lee)
. . . . . . . . . . .
Gelap, dan dingin menyelimutiku. Aku tidak bisa merasakan sekujur tubuhku, semuanya kaku, sulit bergerak. Apa aku mati? Tidak, aku sadar aku tidak mati, rasanya seperti aku bangkit kembali. Otakku tahu itu. Butuh waktu cukup lama hingga aku mulai merasakan ujung-ujung jariku dan menggerakkannya. Kini, dengan susah payah aku berusaha mendorong maju lenganku yang tersambung dengan telapak tangan dan jemariku yang dengan kerasnya mendorong sesuatu yang menimpaku. Sampai akhirnya seberkas cahaya menyilaukan mataku.
Telapak tangan yang menghalangi wajahku kini kembali jatuh ke samping badanku. Aku membuka kelopak mataku lebar-lebar untuk berkenalan dengan matahari, bintang yang paling besar di jagad raya.
Setelah matahari sudah tidak lagi menyakiti mataku, aku langsung mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Aku sendirian. Ditengah gurun yang sangat panas, tanpa adanya kehidupan yang berarti. Setelah bosan berpikir, kembali aku mengedarkan mataku, kali ini mataku menangkap gambar aneh tepat dibawah kakiku yaitu tempat dimana sebelum aku mengangkat badanku dari sana.
Aku mengenalinya, besi. Sangat banyak, mungkin juga kuningan, baut, mur, dan juga tumpahan oli bercampur disana dengan berantakan. Mungkin yang kupikirkan benar, barang-barang tersebut adalah... Robot.

‘Apa yang terjadi, kenapa mereka semua bisa berada disini?’

Aku memutar otakku dengan cepat untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa memori teringat, rasanya seperti menonton film. Diriku. Seseorang tampak tersenyum gembira di depanku, dia mengenakan baju putih dan sebuah kacamata frame tebal warna hitam yang tak lama ia lepaskan dan menaruhnya di kantong jas putih-nya lalu setelah menyeka keringat di dahinya yang berkerut dengan punggung tangannya ia dengan cepat meraih tanganku. "Aku berhasil! Kau Y-84." ada namaku di kata-katanya. Rambut putih dan keriput diwajahnya sangat memperlihatkan ia seorang pekerja keras. Aku merasa sedih segera setelah diciptakan aku diperlihatkan dunia luar yang kejam, para robot berwajah besi tanpa ekspresi dimana-mana. Pria ini menciptakanku berbeda, aku tampak seperti manusia, ia menceritakan semuanya segera. Lama ia memandangiku, tapi kemudian suara keras terdengar dari luar. Suara ledakan dari sebuah mobil yang terbakar, atau tepatnya dibakar. Dengan cepat pria berbaju putih itu mendorongku masuk ke sebuah tabung bertuliskan 'Eksperimen Gagal' untuk mengindari pemberontak yang tidak menyetujui adanya kami. Para robot.
Berhenti sampai situ, aku sudah keluar dari ingatanku. Ternyata apa yang ada dibawah kakiku ini adalah aku yang lain yang gagal dibuat oleh 'orang itu'. Teringat akan hal itu aku mulai melihat apa diriku ini. Aku mulai mengepalkan tanganku, memainkan jari juga mebolak-balik telapak tanganku, setelah itu menempelkannya di kepalaku mulai dari rambut yang terasa asli, pipi, mulut, mata, hidung tak luput dari rasa penasaranku.
Tidak ada yang aneh, saat aku menyatukan kedua belah tanganku hal yang sama terasa saat 'orang itu' memegang tanganku. Hanya saja rasanya tidak sehangat yang kuingat. Lalu aku membuka mulutku, memisahkan bibirku dan mencoba memusatkan energi ke tenggorokanku.

"Y-84." suara keluar "Aku robot." karena takut aku akan banyak bicara nantinya maka aku hanya mencoba beberapa kata kecil saja.

Aku mengenakan pakaian seperti penghuni luar angkasa, berwarna biru gelap dan beberapa bagian berwarna perak juga ketat. Aku bahkan yang belum mengerti apa-apa dapat merasakan ketidaknyamanan ini. Mungkin aku memang diprogram sebagi robot baik hati, karena aku tidak dipersenjatai atau juga belum benar-benar selesai karena ledakan itu. Satu-satunya benda yang melekat ditubuhku selain pakaian ketat ini, ditangan kiriku ada sebuah jam tangan kira-kira 1,5 inci. Banyak tombol disana, dan yang menarik perhatianku adalah tulisan kecil 'Jet Pack'.
Dengan kaku jari telunjukku menekan tobol kecil itu, dan seketika badanku langsung terasa berat punggungku dipenuhi benda berkekuatan angin itu. Aku tahu aku harus mengendalikannya menggunakan otakku, hanya dengan berpikir aku bisa menjauh dari tempat mengerikan ini. Perlahan aku memejamkan mataku untuk mulai berpikir, dan saat aku membuka mata tanpa sadar kakiku sudah tidak lagi menyentuh tanah dan dengan berusaha untuk tidak panik, aku kembali menjalankan otakku dari ketinggian 20 meter di atas tanah.

"AAAAKKKHHHH!!!" berteriak, ini rasa takut. Jet ini terbang dengan sangat cepat, melesat jauh dari tempatku sebelumnya.

Beberapa menit aku melayang diudara akhirnya jatuh di atas sebuah gedung yang sangat besar dan tinggi. Aku kehabisan tenaga, tapi masih bisa sadar saat aku kembali menekan tombol di jam tanganku untuk menghilangkan Jet yang menekanku. Aku yang tersungkur berusaha berlutut, sesuatu jatuh dari keningku yang kuketahui itu adalah keringat. Bahkan aku tidak tahu aku bisa melakukannya.
Aku berusaha berdiri mengangkat badanku yang berat sampai kemudian tiba-tiba menjadi ringan saat kuketahui sebuah tangang menarikku berdiri. "Kau tidak apa?" suaranya berat tapi terdengar sangat bersahabat. Belum sempat melihat wajahnya dia sudah berjongkok untuk mengibaskan saputangan biru saphirnya di lutut dan sepatu kulitku. Dia kembali berdiri, dan saat melihat wajahku ia tersenyum.

"Kau tidak apa?" ulangnya.
"Apa?"
"Kenapa kau berlari sampai jatuh begitu?"
Aku tidak merasa pernah berlari. Tapi jika aku menceritakan yang sebenarnya aku pasti mati. "Hmmm, haha benar di dalam sana panas sekali jadi aku buru-buru kemari." kataku yang baru mengenal kata berbohong.
"Hahaha, kau benar sekali. Perusahaan ini memang memuakan kan?" lalu ia mengedarkan pandangannya menatap pakaianku. "apa kau main film disini? Sudah, tak apa kan kalau istirahat sebentar. Kita minum kopi!" ia berjalan menuju pintu untuk turun dan berharap aku akan mengikutinya.

Kami pergi ketempat yang disebut cafe bernama 'Hongdae Cafe' dan duduk berhadapan. Aku meminjam pakaiannya, jaket dengan celana jeans dengan alasan aku tidak bawa baju ganti untuk menutupi pakaian robotku, anehnya dia tidak curiga.

"Mau pesan apa?" tanya seorang wanita pelayan cafe.
"Kau mau apa?" tanya pria itu padaku.
"Apa saja asal kau yang bayar." gurauku.
"Haha kau dasar aneh." ia mengangkat 2 jarinya sambil menatap si pelayan "Kopi dingin dan pancake." wanita itu mengulang pesanan dan segera pergi dan pria itu kembali memberi senyum padaku. "Ngomong-ngomong kita belum berkenalan. Maaf aku terlalu terbawa suasana." ia mengulurkan tangannya "Namaku Profesor. Doktor. Marcus Cho. Tapi karena aku suka suaramu kau bisa panggil aku Marcus saja."
Aku meraih tangannya ragu lalu menjabatnya "Kim. Jerome Kim." aku memutar otakku untuk nama jarang itu.

Namanya Marcus Cho? Rasanya aku pernah melihat nama itu sekali. "Aku berhasil! Kau Y-84." saat seseorang mengatakan itu, aku ingat melihat tanda pengenalnya dan bahkan aku mengucapkannya "Prof. Dr. Marcus Cho." Tunggu apa... Tidak, ini tidak mungkin masa lalu! Aku melirik jam tanganku, disana terbaca 1 July 2058 pukul 10.52 AM.

"Maaf, bisa beritahu tanggal berapa sekarang?" tanyaku.
"1 Juli 2013 , kenapa?" aku menggeleng kaku. "Oh sudah datang!" katanya seraya menjulurkan tangannya untuk meraih nampan yang pelayan bawa. "Ini untukmu." Marcus mendorong kedua ujung piring kopi dan pancake bergantian ke arahku.

Merasa tidak percaya dengan yang kuketahui, aku mencoba untuk mencari kebenarannya.

"Jadi, namamu Marcus Cho?"
Ia menurunkan cangkir yang baru diminumnya dan segera menatapku. "Benar. Lalu apa benar kau Jerome?" ia tertawa terhadap leluconnya sendiri, sedangkan aku tidak.
"Kau masih muda, tapi sudah punya gelar Profesor?"
"Ah itu, memang banyak yang bertanya seperti itu. Memang, aku suka menjadi muda. Kalau tidak dimulai secepat mungkin semuanya hanya akan sia-sia." katanya sambil menyendok pancakenya dengan tenang.
"Jadi... Apa yang kau kerjakan disana?"
"Aku? Aku kerja dibagian animasi."
"Animasi? Kau? Tapi gelarmu..."
"Aku tahu. Aku juga ada diposisi perencanaan film." rupanya tadi aku mendarat di perusahaan perfilman. "Aku bosan disana, mereka hanya mengharapkan animasi yang nyata. Bukankah itu sangat bodoh?!" ia mulai bicara dengan bersemangat. "Ideku adalah sebuah cerita tentang dunia robot manusia, tapi bos tidak setuju ia bilang jangan menghancurkan dunia! Apa itu masuk akal?"
"Aku rasa tidak."
"Benar, apa kubilang." ia kembali membuat posisi santai.
"Jadi apa yang mau kau lakukan?"
"Tadinya aku mau mengundurkan diri dan membuat animasiku menjadi nyata."
"Membuat robot?"
"Benar!"
"Dan kata 'tadinya'?"
"Iya, 'tadinya'. Masalahnya aku belum cukup dana, makanya aku masih harus tetap melayani permintaan si bos realistis itu!"

Setelah selesai menghabisi pesanan kami keluar dan kembali ke kantor dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan aku terus berpikir aku tidak lagi merasa lelah, apa makanan manusia juga makananku? Dan aku pikir iya, mungkin bahan bakar organik. Tapi, dari cafe sampai sekarang Marcus sama sekali tidak bertanya tentang aku, tapi memang itu yang aku harapkan. Lagi pula dari tadi juga aku sudah menganalisis dia bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang, padahal tempramennya mudah marah.

Saat sampai didepan pintu masuk "Jadi..." katanya ragu "Apa kau akan tetap bekerja disini?"
"Maksudmu?"
"Seperti yang kau bilang tadi," dia mendekarkan wajahnya ke telingaku "tempat ini panas."
"Oh itu. Aku tidak tahu, mungkin sebentar lagi." lalu kami masuk ke lobi "Mungkin lain kali aku bisa bertemu denganmu lagi?"
"Oh tentu saja, kau teman keduaku." is memberikan secarik kertas kecil "Kau bisa hubungi aku."

Tiba-tiba Marcus membelokkan pandangannya ke arah pintu otomatis saat seseorang memanggilnya. "Marcus-ssi!!!" dan setelahnya terdengar bunyi benturan keras, aku juga ikut menoleh ke arah yang sama. Seorang bocah menabrak pintu otomatis saat buru-buru berlari, bocah laki-laki itu buru-buru mundur, agar tidak terjepit dan buru-buru masuk seraya membetulkan posisi kacamatanya yang melorot dari hidungnya.
"Marcus-ssi! Marcus-ssi!" ia berlari ke arah kami sambil membawa beban yang cukup banyak, hingga ia menjatuhkannya.
Marcus menggelengkan kepalanya lalu segera menghampiri bocah lugu itu dan membantunya memungut kertas yang berserakan. Tanpa sadar aku menghampiri mereka dan juga berjongkok untuk mengambil barang-barang yang jatuh.

"Maaf, aku merepotkan kalian." ucap bocah itu sambil berdiri setelah kami selesai memungut barang yang jatuh. "Aku memang bodoh, jadi tolong maafkan aku." pintanya.
"Tidak apa, lain kali lebih berhati-hati lagi ya!" Marcus menengok padaku "Ini temanku yang pertama, dia asistenku. Namanya Vincent Lee."
"Salam kenal." kataku kaku, sambil menyerahkan barang yang kupungut tadi.
"Ne, Annyeong haseyo... Hmmm..."
"Jerome Kim." potongku.
"Ah, Jerome Kim-ssi! Annyeong haseyo" ia menjabat tanganku. "Wah, tangan anda keras sekali! Apa anda pekerja keras?"
Sebelum aku menjawab Marcus membantuku. "Hus, jangan begitu."
"Aah, maafkan aku lagi. Anda tampan, orang mana?"
"Ah benar. Mungkin yang itu aku juga perlu tahu." timpal Marcus.

Aku bingung harus bilang apa, mengingat bahkan aku tidak tahu apa aku ini sebenarnya. Kemudian aku melihat sebuah papa iklan minuman produksi Hongdae dan aku bilang pada mereka aku dari Hongdae dan mereka mengangguk percaya. Setelah selesai bercakap-cakap singkat, Marcus dan asistennya Vincent mohon diri untuk rapat. Aku yang kebingungan, terus berpikir bagaimana aku mungkin bisa kembali ke masa depan.
Mengingat aku adalah robot, mungkin ada peta di kepalaku. Aku mencoba mencarinya, ini mudah halnya internet aku menggunakan 'search engine' dan mulai melakukan pencarian peta Korea Selatan tahun 2013 .
Ada. Semuanya tergambar di mataku, tapi bodohnya aku yang membuka peta tanpa tujuan. Hanya untuk berjaga-jaga aku menginstal peta itu sekarang. Aneh, aku hanya melakukannya begitu saja tanpa bantuan mengingat bahwa aku sesuatu yang baru diciptakan.
Aku keluar, berpikir mungkin ada sesuatu yang bisa aku kerjakan. Aku berpikir tentang bekerja, aku berbalik dan menatap papan nama perusahaan itu. "Mereka bilang aku tampan?" berharap bisa mendaptkan kerja disana, tapi aku bisa jika tidak mempunyai image kaku ini. Aku mulai berjalan menyusuri ramainya kota seraya mencari tulisan yang terpampang didepan toko 'Dibutuhkan kerja paruh waktu', dan aku mendapatkannya tidak jauh dari perusahaan perfilman itu. Aku masuk, tanap berbekal lamaran atau apa aku langsung diterima sebagai pramusaji toko kopi, pemiliknya bilang mungkin aku bisa menarik banyak pelanggan kemari.
Karena seragam tidak ada yang pas denganku, aku hanya diberi apron dan pin. Pertama-tama aku disuruh berdiri didepan untuk meminta pelanggan masuk.

"Kyaa..." wanita banyak berteriak padaku "Tuan, apa yang kau lakukan disini? Apa kau menunggu seseorang?"
"Selamat siang." aku menundukkan kepalaku "Silahkan datang ke kedai Kopi kami, anda tidak akan kecewa dengan kelezatan kopi segar kami." cukup dengan kata-kata itu, dalam sekejap toko sudah penuh.

Berikutnya, aku harus mengantar pesanan pada para wanita didalam. Saat aku bawa pesanannya, entah mengapa mereka semua berteriak padaku dan menanyakan nama bahkan tips yang besar juga bonus cubitan dipipi. Tidak selesai sampai disitu aku masih harus menjaga kasir, para pelanggan mengeluarkan uang mereka dengan malu-malu. Masalah lain pun terjadi, setelah selesai menanyakan nama mereka memintaku menyanyi!
Pukul 20.00 semuanya selesai, aku digantikan orang lain untuk shift malam. Aku dapat uang lumayan 4000 won per jam. Aku bisa makan enak malam ini dan mengisi bahan bakarku sampai penuh.
Aku keluar dari restoran sekitar pukul 20.47, saat bingung dimana aku harus istirahat tiba-tiba aku berpapasan dengan Marcus dan Vincent, benar-benar mujur aku ini.

"Kim? Belum pulang?" tanya Marcus.
"Hm, iya. Sebenarnya.. aku" ujarku pura-pura gugup.
"Yaa aku tahu. Sedang mencari tempat tinggal ya? Sudah mengaku saja!" ledek Vincent yang kemudian dapat pukulan keras tepat di belakang kepalanya "Aduh, sakit Pak!" katanya sambil mengelus kepalanya yang hampir benjol.
"Jadi, kenapa belum pulang?" tambah Marcus.
"Begitulah. Sebenarnya aku baru disini, masuk perusahaan film itu mudah. Seperti kata Vincent aku tampan kan?" gurauku dengan ekspresi malu. Banyaknya pelanggan di kedai kopi tadi membuatku mudah berekspresi.
"Arraseo, aku tahu. Mari, kau bisa tinggal dengan kami." ajak Marcus.
"Tapi Pak, rumah kita..."
Marcus menghalangi Vincent bicara, "Tapi, rumah kami kecil. Mungkin kau tidak akan nyaman disana."
"Tidak apa, aku bisa tidur disofa lantai bawah. Dan kalian tetap tidur di lantai atas. Lagipula rumah kalian cukup bagus untuk orang jang jarang berada dirumah. Juga aku suka halaman depan rumah kalian." kataku spontan saat sensorku mendeteksi kartu tanda pengenalnya.
"Eerr, rumahku..." Vincent menyenggol lengan Marcus singkat. "Maksudku rumah kami! Hm, bagaimana kau tahu rumah kami dua lantai?! Bagaimana kau tahu semua itu?!"
"Itu… Tebakan beruntung?"

Tapi kemudian mereka menarikku pergi, dan mendorongku untuk masuk kedalam Taxi.

~To Be Continue~


Thank you for reading, please comment about this~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!!!
Credit : martha-kpop.blogspot.com
by : @MarthAngel1004 / martha_sujushinee@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar