Genre : Friendship, Fantasy, Crime
Rating : T
Cast : Yesung (Y-48/Jerome Kim), Kyuhyun (Marcus Cho), Sungmin (Vincent Lee)
. . . . . . . . . . .
Gelap,
dan dingin menyelimutiku. Aku tidak bisa merasakan sekujur tubuhku, semuanya
kaku, sulit bergerak. Apa aku mati? Tidak, aku sadar aku tidak mati, rasanya
seperti aku bangkit kembali. Otakku tahu itu. Butuh waktu cukup lama hingga aku
mulai merasakan ujung-ujung jariku dan menggerakkannya. Kini, dengan susah
payah aku berusaha mendorong maju lenganku yang tersambung dengan telapak
tangan dan jemariku yang dengan kerasnya mendorong sesuatu yang menimpaku.
Sampai akhirnya seberkas cahaya menyilaukan mataku.
Telapak
tangan yang menghalangi wajahku kini kembali jatuh ke samping badanku. Aku
membuka kelopak mataku lebar-lebar untuk berkenalan dengan matahari, bintang
yang paling besar di jagad raya.
Setelah
matahari sudah tidak lagi menyakiti mataku, aku langsung mengedarkan
pandanganku ke sekeliling. Aku sendirian. Ditengah gurun yang sangat panas,
tanpa adanya kehidupan yang berarti. Setelah bosan berpikir, kembali aku
mengedarkan mataku, kali ini mataku menangkap gambar aneh tepat dibawah kakiku yaitu
tempat dimana sebelum aku mengangkat badanku dari sana.
Aku
mengenalinya, besi. Sangat banyak, mungkin juga kuningan, baut, mur, dan juga
tumpahan oli bercampur disana dengan berantakan. Mungkin yang kupikirkan benar,
barang-barang tersebut adalah... Robot.
‘Apa
yang terjadi, kenapa mereka semua bisa berada disini?’
Aku
memutar otakku dengan cepat untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
Beberapa memori teringat, rasanya seperti menonton film. Diriku. Seseorang
tampak tersenyum gembira di depanku, dia mengenakan baju putih dan sebuah
kacamata frame tebal warna hitam yang tak lama ia lepaskan dan menaruhnya di
kantong jas putih-nya lalu setelah menyeka keringat di dahinya yang berkerut
dengan punggung tangannya ia dengan cepat meraih tanganku. "Aku berhasil!
Kau Y-84." ada namaku di kata-katanya. Rambut putih dan keriput diwajahnya
sangat memperlihatkan ia seorang pekerja keras. Aku merasa sedih segera setelah
diciptakan aku diperlihatkan dunia luar yang kejam, para robot berwajah besi
tanpa ekspresi dimana-mana. Pria ini menciptakanku berbeda, aku tampak seperti
manusia, ia menceritakan semuanya segera. Lama ia memandangiku, tapi kemudian
suara keras terdengar dari luar. Suara ledakan dari sebuah mobil yang terbakar,
atau tepatnya dibakar. Dengan cepat pria berbaju putih itu mendorongku masuk
ke sebuah tabung bertuliskan 'Eksperimen Gagal' untuk mengindari pemberontak
yang tidak menyetujui adanya kami. Para robot.
Berhenti
sampai situ, aku sudah keluar dari ingatanku. Ternyata apa yang ada dibawah
kakiku ini adalah aku yang lain yang gagal dibuat oleh 'orang itu'. Teringat
akan hal itu aku mulai melihat apa diriku ini. Aku mulai mengepalkan tanganku,
memainkan jari juga mebolak-balik telapak tanganku, setelah itu menempelkannya
di kepalaku mulai dari rambut yang terasa asli, pipi, mulut, mata, hidung tak
luput dari rasa penasaranku.
Tidak
ada yang aneh, saat aku menyatukan kedua belah tanganku hal yang sama terasa
saat 'orang itu' memegang tanganku. Hanya saja rasanya tidak sehangat yang
kuingat. Lalu aku membuka mulutku, memisahkan bibirku dan mencoba memusatkan
energi ke tenggorokanku.
"Y-84." suara
keluar "Aku robot." karena takut aku akan banyak bicara nantinya maka
aku hanya mencoba beberapa kata kecil saja.
Aku
mengenakan pakaian seperti penghuni luar angkasa, berwarna biru gelap dan
beberapa bagian berwarna perak juga ketat. Aku bahkan yang belum mengerti
apa-apa dapat merasakan ketidaknyamanan ini. Mungkin aku memang diprogram
sebagi robot baik hati, karena aku tidak dipersenjatai atau juga belum
benar-benar selesai karena ledakan itu. Satu-satunya benda yang melekat
ditubuhku selain pakaian ketat ini, ditangan kiriku ada sebuah jam tangan
kira-kira 1,5 inci. Banyak tombol disana, dan yang menarik perhatianku adalah
tulisan kecil 'Jet Pack'.
Dengan
kaku jari telunjukku menekan tobol kecil itu, dan seketika badanku langsung
terasa berat punggungku dipenuhi benda berkekuatan angin itu. Aku tahu aku
harus mengendalikannya menggunakan otakku, hanya dengan berpikir aku bisa
menjauh dari tempat mengerikan ini. Perlahan aku memejamkan mataku untuk mulai
berpikir, dan saat aku membuka mata tanpa sadar kakiku sudah tidak lagi
menyentuh tanah dan dengan berusaha untuk tidak panik, aku kembali menjalankan
otakku dari ketinggian 20 meter di atas tanah.
"AAAAKKKHHHH!!!"
berteriak, ini rasa takut. Jet ini terbang dengan sangat cepat, melesat jauh
dari tempatku sebelumnya.
Beberapa
menit aku melayang diudara akhirnya jatuh di atas sebuah gedung yang sangat
besar dan tinggi. Aku kehabisan tenaga, tapi masih bisa sadar saat aku kembali
menekan tombol di jam tanganku untuk menghilangkan Jet yang menekanku. Aku yang
tersungkur berusaha berlutut, sesuatu jatuh dari keningku yang kuketahui itu
adalah keringat. Bahkan aku tidak tahu aku bisa melakukannya.
Aku
berusaha berdiri mengangkat badanku yang berat sampai kemudian tiba-tiba
menjadi ringan saat kuketahui sebuah tangang menarikku berdiri. "Kau tidak
apa?" suaranya berat tapi terdengar sangat bersahabat. Belum sempat
melihat wajahnya dia sudah berjongkok untuk mengibaskan saputangan biru
saphirnya di lutut dan sepatu kulitku. Dia kembali berdiri, dan saat melihat
wajahku ia tersenyum.
"Kau tidak apa?"
ulangnya.
"Apa?"
"Kenapa kau berlari
sampai jatuh begitu?"
Aku tidak merasa pernah
berlari. Tapi jika aku menceritakan yang sebenarnya aku pasti mati. "Hmmm,
haha benar di dalam sana panas sekali jadi aku buru-buru kemari." kataku
yang baru mengenal kata berbohong.
"Hahaha, kau benar
sekali. Perusahaan ini memang memuakan kan?" lalu ia mengedarkan
pandangannya menatap pakaianku. "apa kau main film disini? Sudah, tak apa
kan kalau istirahat sebentar. Kita minum kopi!" ia berjalan menuju pintu
untuk turun dan berharap aku akan mengikutinya.
Kami
pergi ketempat yang disebut cafe bernama 'Hongdae Cafe' dan duduk berhadapan.
Aku meminjam pakaiannya, jaket dengan celana jeans dengan alasan aku tidak bawa baju ganti untuk
menutupi pakaian robotku, anehnya dia tidak curiga.
"Mau pesan apa?"
tanya seorang wanita pelayan cafe.
"Kau mau apa?"
tanya pria itu padaku.
"Apa saja asal kau
yang bayar." gurauku.
"Haha kau dasar
aneh." ia mengangkat 2 jarinya sambil menatap si pelayan "Kopi dingin
dan pancake." wanita itu mengulang pesanan dan segera pergi dan pria itu
kembali memberi senyum padaku. "Ngomong-ngomong kita belum berkenalan.
Maaf aku terlalu terbawa suasana." ia mengulurkan tangannya "Namaku
Profesor. Doktor. Marcus Cho. Tapi karena aku suka suaramu kau bisa panggil aku
Marcus saja."
Aku meraih tangannya ragu
lalu menjabatnya "Kim. Jerome Kim." aku memutar otakku untuk nama
jarang itu.
Namanya
Marcus Cho? Rasanya aku pernah melihat nama itu sekali. "Aku berhasil! Kau
Y-84." saat seseorang mengatakan itu, aku ingat melihat tanda pengenalnya
dan bahkan aku mengucapkannya "Prof. Dr. Marcus Cho." Tunggu apa...
Tidak, ini tidak mungkin masa lalu! Aku melirik jam tanganku, disana terbaca 1
July 2058 pukul 10.52 AM.
"Maaf, bisa beritahu
tanggal berapa sekarang?" tanyaku.
"1 Juli 2013 ,
kenapa?" aku menggeleng kaku. "Oh sudah datang!" katanya seraya
menjulurkan tangannya untuk meraih nampan yang pelayan bawa. "Ini
untukmu." Marcus mendorong kedua ujung piring kopi dan pancake bergantian
ke arahku.
Merasa
tidak percaya dengan yang kuketahui, aku mencoba untuk mencari kebenarannya.
"Jadi, namamu Marcus
Cho?"
Ia menurunkan cangkir yang
baru diminumnya dan segera menatapku. "Benar. Lalu apa benar kau
Jerome?" ia tertawa terhadap leluconnya sendiri, sedangkan aku tidak.
"Kau masih muda, tapi
sudah punya gelar Profesor?"
"Ah itu, memang banyak
yang bertanya seperti itu. Memang, aku suka menjadi muda. Kalau tidak dimulai
secepat mungkin semuanya hanya akan sia-sia." katanya sambil menyendok
pancakenya dengan tenang.
"Jadi... Apa yang kau
kerjakan disana?"
"Aku? Aku kerja dibagian
animasi."
"Animasi? Kau? Tapi
gelarmu..."
"Aku tahu. Aku juga
ada diposisi perencanaan film." rupanya tadi aku mendarat di perusahaan
perfilman. "Aku bosan disana, mereka hanya mengharapkan animasi yang
nyata. Bukankah itu sangat bodoh?!" ia mulai bicara dengan bersemangat.
"Ideku adalah sebuah cerita tentang dunia robot manusia, tapi bos tidak
setuju ia bilang jangan menghancurkan dunia! Apa itu masuk akal?"
"Aku rasa tidak."
"Benar, apa
kubilang." ia kembali membuat posisi santai.
"Jadi apa yang mau kau
lakukan?"
"Tadinya aku mau
mengundurkan diri dan membuat animasiku menjadi nyata."
"Membuat robot?"
"Benar!"
"Dan kata
'tadinya'?"
"Iya, 'tadinya'.
Masalahnya aku belum cukup dana, makanya aku masih harus tetap melayani
permintaan si bos realistis itu!"
Setelah
selesai menghabisi pesanan kami keluar dan kembali ke kantor dengan berjalan
kaki. Sepanjang jalan aku terus berpikir aku tidak lagi merasa lelah, apa
makanan manusia juga makananku? Dan aku pikir iya, mungkin bahan bakar organik.
Tapi, dari cafe sampai sekarang Marcus sama sekali tidak bertanya tentang aku,
tapi memang itu yang aku harapkan. Lagi pula dari tadi juga aku sudah
menganalisis dia bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang, padahal
tempramennya mudah marah.
Saat sampai didepan pintu
masuk "Jadi..." katanya ragu "Apa kau akan tetap bekerja
disini?"
"Maksudmu?"
"Seperti yang kau
bilang tadi," dia mendekarkan wajahnya ke telingaku "tempat ini
panas."
"Oh itu. Aku tidak
tahu, mungkin sebentar lagi." lalu kami masuk ke lobi "Mungkin lain
kali aku bisa bertemu denganmu lagi?"
"Oh tentu saja, kau
teman keduaku." is memberikan secarik kertas kecil "Kau bisa hubungi
aku."
Tiba-tiba
Marcus membelokkan pandangannya ke arah pintu otomatis saat seseorang
memanggilnya. "Marcus-ssi!!!" dan setelahnya terdengar bunyi benturan
keras, aku juga ikut menoleh ke arah yang sama. Seorang bocah menabrak pintu
otomatis saat buru-buru berlari, bocah laki-laki itu buru-buru mundur, agar
tidak terjepit dan buru-buru masuk seraya membetulkan posisi kacamatanya yang
melorot dari hidungnya.
"Marcus-ssi!
Marcus-ssi!" ia berlari ke arah kami sambil membawa beban yang cukup
banyak, hingga ia menjatuhkannya.
Marcus
menggelengkan kepalanya lalu segera menghampiri bocah lugu itu dan membantunya
memungut kertas yang berserakan. Tanpa sadar aku menghampiri mereka dan juga
berjongkok untuk mengambil barang-barang yang jatuh.
"Maaf, aku merepotkan
kalian." ucap bocah itu sambil berdiri setelah kami selesai memungut
barang yang jatuh. "Aku memang bodoh, jadi tolong maafkan aku."
pintanya.
"Tidak apa, lain kali
lebih berhati-hati lagi ya!" Marcus menengok padaku "Ini temanku yang
pertama, dia asistenku. Namanya Vincent Lee."
"Salam kenal."
kataku kaku, sambil menyerahkan barang yang kupungut tadi.
"Ne, Annyeong
haseyo... Hmmm..."
"Jerome Kim."
potongku.
"Ah, Jerome Kim-ssi!
Annyeong haseyo" ia menjabat tanganku. "Wah, tangan anda keras
sekali! Apa anda pekerja keras?"
Sebelum aku menjawab Marcus
membantuku. "Hus, jangan begitu."
"Aah, maafkan aku
lagi. Anda tampan, orang mana?"
"Ah benar. Mungkin
yang itu aku juga perlu tahu." timpal Marcus.
Aku
bingung harus bilang apa, mengingat bahkan aku tidak tahu apa aku ini
sebenarnya. Kemudian aku melihat sebuah papa iklan minuman produksi Hongdae dan
aku bilang pada mereka aku dari Hongdae dan mereka mengangguk percaya. Setelah
selesai bercakap-cakap singkat, Marcus dan asistennya Vincent mohon diri untuk
rapat. Aku yang kebingungan, terus berpikir bagaimana aku mungkin bisa kembali
ke masa depan.
Mengingat
aku adalah robot, mungkin ada peta di kepalaku. Aku mencoba mencarinya, ini
mudah halnya internet aku menggunakan 'search engine' dan mulai melakukan
pencarian peta Korea Selatan tahun 2013 .
Ada.
Semuanya tergambar di mataku, tapi bodohnya aku yang membuka peta tanpa tujuan.
Hanya untuk berjaga-jaga aku menginstal peta itu sekarang. Aneh, aku hanya
melakukannya begitu saja tanpa bantuan mengingat bahwa aku sesuatu yang baru
diciptakan.
Aku
keluar, berpikir mungkin ada sesuatu yang bisa aku kerjakan. Aku berpikir
tentang bekerja, aku berbalik dan menatap papan nama perusahaan itu.
"Mereka bilang aku tampan?" berharap bisa mendaptkan kerja disana,
tapi aku bisa jika tidak mempunyai image kaku ini. Aku mulai berjalan menyusuri
ramainya kota seraya mencari tulisan yang terpampang didepan toko 'Dibutuhkan
kerja paruh waktu', dan aku mendapatkannya tidak jauh dari perusahaan perfilman
itu. Aku masuk, tanap berbekal lamaran atau apa aku langsung diterima sebagai
pramusaji toko kopi, pemiliknya bilang mungkin aku bisa menarik banyak
pelanggan kemari.
Karena
seragam tidak ada yang pas denganku, aku hanya diberi apron dan pin.
Pertama-tama aku disuruh berdiri didepan untuk meminta pelanggan masuk.
"Kyaa..." wanita
banyak berteriak padaku "Tuan, apa yang kau lakukan disini? Apa kau
menunggu seseorang?"
"Selamat siang."
aku menundukkan kepalaku "Silahkan datang ke kedai Kopi kami, anda tidak
akan kecewa dengan kelezatan kopi segar kami." cukup dengan kata-kata itu,
dalam sekejap toko sudah penuh.
Berikutnya,
aku harus mengantar pesanan pada para wanita didalam. Saat aku bawa pesanannya,
entah mengapa mereka semua berteriak padaku dan menanyakan nama bahkan tips
yang besar juga bonus cubitan dipipi. Tidak selesai sampai disitu aku masih
harus menjaga kasir, para pelanggan mengeluarkan uang mereka dengan malu-malu.
Masalah lain pun terjadi, setelah selesai menanyakan nama mereka memintaku
menyanyi!
Pukul
20.00 semuanya selesai, aku digantikan orang lain untuk shift malam. Aku dapat
uang lumayan 4000 won per jam. Aku bisa makan enak malam ini dan mengisi bahan
bakarku sampai penuh.
Aku
keluar dari restoran sekitar pukul 20.47, saat bingung dimana aku harus
istirahat tiba-tiba aku berpapasan dengan Marcus dan Vincent, benar-benar mujur
aku ini.
"Kim? Belum
pulang?" tanya Marcus.
"Hm, iya. Sebenarnya..
aku" ujarku pura-pura gugup.
"Yaa aku tahu. Sedang
mencari tempat tinggal ya? Sudah mengaku saja!" ledek Vincent yang
kemudian dapat pukulan keras tepat di belakang kepalanya "Aduh, sakit
Pak!" katanya sambil mengelus kepalanya yang hampir benjol.
"Jadi,
kenapa belum pulang?" tambah Marcus.
"Begitulah.
Sebenarnya aku baru disini, masuk perusahaan film itu mudah. Seperti kata
Vincent aku tampan kan?" gurauku dengan ekspresi malu. Banyaknya pelanggan
di kedai kopi tadi membuatku mudah berekspresi.
"Arraseo,
aku tahu. Mari, kau bisa tinggal dengan kami." ajak Marcus.
"Tapi
Pak, rumah kita..."
Marcus
menghalangi Vincent bicara, "Tapi, rumah kami kecil. Mungkin kau tidak
akan nyaman disana."
"Tidak
apa, aku bisa tidur disofa lantai bawah. Dan kalian tetap tidur di lantai atas.
Lagipula rumah kalian cukup bagus untuk orang jang jarang berada dirumah. Juga
aku suka halaman depan rumah kalian." kataku spontan saat sensorku
mendeteksi kartu tanda pengenalnya.
"Eerr,
rumahku..." Vincent menyenggol lengan Marcus singkat. "Maksudku rumah
kami! Hm, bagaimana kau tahu rumah kami dua lantai?! Bagaimana kau tahu semua
itu?!"
"Itu…
Tebakan beruntung?"
Tapi
kemudian mereka menarikku pergi, dan mendorongku untuk masuk kedalam Taxi.
~To
Be Continue~
Thank you for reading, please comment about this~
TAKE OUT WITH FULL CREDIT!!!
Credit : martha-kpop.blogspot.com
by : @MarthAngel1004 / martha_sujushinee@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar